Mohon tunggu...
DR. JOSÈ RIZAL JOESOEF
DR. JOSÈ RIZAL JOESOEF Mohon Tunggu... Ekonom, Penilai (Appraiser) dan Dosen Univ. Gajayana, Malang -

Assalamu'alaikum dan salam sejahtera. DR. JOSÈ RIZAL JOESOEF (JRJ) adalah Caleg DPRD KOTA MALANG dari DAPIL LOWOKWARU, diusung oleh PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA (PSI). JRJ lahir di Kota Malang pada 4 Mei 1966, meraih Sarjana Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dari Univ. Brawijaya (lulus 1993), Magister Sains Ilmu Ekonomi dari Univ. Gadjah Mada (lulus 1998), dan Doktor Ilmu Ekonomi dari Univ. Brawijaya (lulus 2010) ..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Empat Isu Penting sebelum Melakukan Riset

6 Juni 2015   08:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:20 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Riset (research) sering dipahami sebagai suatu proses penelitian atau penyelidikan yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematis, yang bertujuan untuk mencari, menemukan, menafsirkan, dan merevisi atau menguatkan fakta-fakta (Wikipedia). Istilah “riset” sering disamakan dan dapat saling dipertukarkan dengan istilah “penelitian”, “kajian”, atau “studi”. Dalam dunia akademis, hasil riset ini dinamakan pengetahuan yang umumnya dicetak dalam bentuk laporan penelitian, skripsi, tesis, atau disertasi.

Riset merupakan ikhtiar manusia untuk menemukan kebenaran, jawaban, atau solusi (1) melalui pengalaman pribadi, (2) melalui pendapat dari pihak yang kompeten (ahli), (3) melalui cara berpikir deduktif (yaitu menarik kesimpulan dari fakta-fakta umum), dan (4) melalui cara berpikir induktif (yaitu menarik kesimpulan dari fakta-fakta khusus).

Disadari atau tidak, seseorang mungkin pernah melakukan riset, sesederhana apapun riset itu. Misalnya, seorang ibu mencicipi masakannya, menyatakan “Kurang asin”, dan menambahkan garam di masakan itu. Mencicipi masakan itu dan menyimpulkannya “Kurang asin”, adalah sebuah riset.

Contoh lain, misalnya seorang mahasiswa menyimpulkan bahwa “Mahasiswa dari luar kota memiliki IPK lebih tinggi ketimbang mahasiswa dari dalam kota” atau kita menyatakan “Kredit kepada kaum perempuan jauh lebih lancar dibanding kredit kepada kaum lelaki”. Ini juga merupakan riset, atau lebih tepatnya bagian dari sebuah riset. Namun demikian, untuk bisa disebut sebagai sebuah riset yang utuh, setidaknya ada empat pertanyaan penting yang harus dilalui:

  1. Kita mau kemana?
  2. Dengan cara apa kita menuju ke sana?
  3. Sesampainya di sana, apa yang ingin/akan kita lihat (atau akan kita ambil)?
  4. Bagaimana kita memroses/menganalisis apa yang telah kita lihat itu (atau apa yang telah kita ambil itu)?

Tahap pertama adalah berbicara tentang tujuan riset. Tujuan riset harus dinyatakan secara jelas dan tegas (firm), yang menginformasikan usaha ‘kemana kita akan pergi’. Misalnya, riset kita bertujuan untuk membandingkan antara kinerja kredit pada kaum perempuan dengan kinerja kredit pada kaum lelaki, atau untuk mengukur ketimpangan antarwilayah di Provinsi Jawa Timur. Tujuan riset “melihat ketimpangan ...” dan “untuk mengukur ketimpangan ...” terasa berbeda. Kata “membandingkan” dan “mengukur” terdengar lebih nyata dan tegas ketimbang kata “melihat”.

Di samping itu, dalam memformulasikan tujuan, hendaknya dipikirkan kebolehjadian riset kita sampai di tujuan yang diinginkan. Bisa saja kita menyatakan tujuan riset “untuk menganalisis struktur tanah di bulan”, tetapi kebolehjadiannya untuk sampai di tujuan itu sangat kecil sekali (kecuali jika anda orang penting di sebuah badan/lembaga antariksa); kalaupun bisa, biaya untuk sampai ke tujuan itu sangat mahal.

Tahap kedua berbicara tentang cara atau metode untuk mencapai tujuan riset yang diinginkan. Ini dapat dianalogikan bahwa tujuan kita adalah ke Tugu Pahlawan di Surabaya (dari Malang), dan untuk mencapai tujuan itu bisa beraneka cara, misalnya naik motor, naik mobil, naik kereta api, atau naik bus. Dalam kata lain, metode riset seperti ‘kendaraan’ bagi peneliti.

Secara umum ada dua metode riset, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Terkait dengan perihal dua metode ini, lebih baik kita menengok tahap ketiga yaitu “Sesampainya di sana, apa yang ingin/akan kita lihat (atau akan kita ambil)?”. Tahap ketiga berbicara tentang data yang kita butuhkan.

Data riset tidak harus berupa angka—atau data kuantitatif, tetapi juga bisa berupa data kualitatif seperti frasa, kalimat, atau keterangan verbal dari informan (sebagai pihak pemasok data) atau foto dan gambaran situasi obyek yang diriset. Kalau dikontradiksikan secara ekstrem, data riset kualitatif adalah kata-kata (words), sedangkan data riset kuantitatif adalah angka. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti secara langsung dari sumbernya, sebagai informan yang mempunyai keterkaitan dengan fokus penelitian, yang berupa kata-kata dan tindakan dari orang-orang yang diamati dan di-interview. Data sekunder adalah data yang sudah diolah oleh pihak lain dalam bentuk dokumen tertulis. Ketika riset dilakukan dengan metode yang benar, data yang didapatkan menjadi fakta.

Di atas kita sudah bicara tentang kebolehjadian tujuan riset akan tercapai. Kebolehjadian itu utamanya adalah terkait dengan kemungkinan mendapatkan data yang dibutuhkan. Riset kualitatif tentang korupsi misalnya, tidak mudah mendapatkan data dari informan yang disangka atau divonis sebagai koruptor, mengingat tindak pidana korupsi cenderung diselimuti dengan kerahasiaan. Riset kuantitatif tentang pengaruh iklan terhadap laba perusahaan, juga tidak mudah mendapatkan data, mengingat tidak semua perusahaan mengeksplisitkan belanja iklan dalam laporan keuangannya.

Tentu saja data yang sudah didapatkan tidak hanya dipampang atau ditabulasikan begitu saja, melainkan harus dijelaskan dan dianalisis. Di sini kita masuk tahap keempat yaitu “Bagaimana kita memroses/menganalisis apa yang telah kita lihat itu (atau apa yang telah kita ambil itu)?” Untuk analisis data kualitatif, kita bisa menggunakan salah satu dari model atau perspektif berikut, yaitu: biografi, fenomenologi, grounded research, etnografi, atau studi kasus (Perihal ini, silakan membaca Haris Herdiansyah [2010], Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, atau Rulam Ahmadi [2014], Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Ar-Ruzz Media).

Untuk menganalisis data kuantitatif, kita bisa menggunakan alat analisis, seperti statistika deskriptif, statistika inferensial, analisis tabel input-output, indeks Williamson, atau linear programming, data envelopment analysis (DEA), analytic hierarchy process (AHP). Ingat itu semua hanya alat, bukan tujuan. Jadi, kalau tujuan riset kita adalah untuk membandingkan IPK mahasiswa dari luar kota dengan IPK mahasiswa dari dalam kota, sekadar statistika deskriptif (seperti distribusi frekuensi, rata-rata, dan deviasi standard) dapat digunakan. Kalau tujuan riset kita adalah untuk menganalisis hubungan antara konsumsi daging sapi dan daging ayam dengan pendapatan masyarakat, statistika inferensial (analisis regresi, misalnya) dapat digunakan. 'Ruh' riset kuantitatif adalah mengukur (measure) obyek yang diteliti sedemikian rupa sehingga memunculkan angka.

Kapan kita menggunakan pendekatan kualitatif atau kuantitatif? Riset kualitatif tepat sekali digunakan jika ingin mendapatkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh informan (responden). Misalnya, kita ingin menangkap perasaan, kesan, atau pendapat dari informan yang akan, sedang dan sudah mengantri di depan loket tiket kereta api di sebuah stasiun. Apa yang dirasakan dan yang dipikirkan oleh informan itu adalah data bagi riset kualitatif. Riset kualitatif tidak mensyaratkan jumlah sample (informan) yang banyak. Jumlahnya, untuk kasus kereta api ini, tidak lebih dari 10 informan, tetapi informan-informan itu dikenai wawancara yang mendalam (in-depth interview).

Sedangkan riset kuantitatif tepat sekali digunakan jika ingin, misalnya, memprediksi permintaan masyarakat atas jasa layanan kereta api, atau memprofil pelanggan kereta api, atau mengukur kepuasan pengguna jasa layanan kereta api. Riset kuantitatif mensyaratkan jumlah sampel (informan) yang banyak. Jumlahnya, untuk kasus kereta api ini, bisa lebih dari 100 responden, namun responden-responden tidak dikenai in-depth interview melainkan biasanya hanya diberi pertanyaan-pertanyaan yang sudah ‘dikunci’ dengan pilihan jawaban untuk masing-masing pertanyaan itu. Misalnya pertanyaan “Berapa kali dalam satu bulan Saudara naik kereta api?” dengan pilihan jawaban “(1) Setiap hari kerja, (2) Seminggu 1 kali, (3) Seminggu lebih dari 1 kali, (4) Sebulan 1 kali. (4) Lainnya, jelaskan ....... Jawaban dari sekian banyak responden menjadi data. Data-data itu diharapkan dapat dikenai analisis statistik deskriptif (misalnya distribusi frekuensi, rata-rata, deviasi standard), analisis statistik inferensial (misalnya regresi), atau analisis kuantitatif lainnya.

Empat isu penting itu harus dituangkan dalam proposal riset, di dalamnya biasanya terdapat sub-bab “Tujuan Penelitian” dan “Hasil Yang Diharapkan”. Apa perbedaan di antara keduanya?

Hasil Yang Diharapkan adalah wujud dari Tujuan Penelitian. Misalnya, Tujuan Penelitian kita adalah “Untuk mengukur kebutuhan gizi minimum bagi siswa wajib belajar sembilan tahun”. Hasil yang diharapkan dari tujuan ini dapat dinyatakan sebagai “Terukurnya kebutuhan gizi minimum bagi siswa wajib belajar sembilan tahun”. Mengapa Hasil Yang Diharapkan harus dieksplisitkan? Sebab, Tujuan Penelitian adalah janji peneliti untuk sampai di tujuan, dan janji itu kelak harus diwujudkan di mana wujudnya tergambarkan dalam Hasil Yang Diharapkan.

Bagaimana jika Tujuan Penelitian tidak tercapai? Tujuan Penelitian tidak boleh tidak tercapai. Kemungkinan bahwa Tujuan Penelitian bisa dicapai atau tidak, dapat dilihat dari bab Metodologi, yang menjelaskan langkah-langkah teknis dalam mewujudkan Tujuan Penelitian itu. Bab Metodologi harus mampu meyakinkan peneliti serta pihak lain (misalnya penyandang dana, asesor, atau dosen) bahwa Tujuan Penelitian pasti akan dicapai.

Last but not least, kualitas riset tergantung pada kedalaman riset itu sendiri dalam menjelaskan data yang diperoleh serta mendiskusikan hasil analisisnya. Semakin banyak kita mempunyai referensi yang terkait dengan tujuan riset dan semakin dalam kita menjelaskan serta mendiskusikan hasil analisis riset itu, maka secara keseluruhan riset kita akan menjadi semakin kaya dan berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun