Vaksin memang sangat diharapkan untuk menyelesaikan masalah yang disebabkan si korona. Sudah sejak tahun lalu beberapa negara di dunia berusaha mengembangkan vaksin korona. Sejak April 2020, sudah ada 71 calon vaksin yang dicatat oleh WHO, tapi baru 5 yang sudah memasuki tahap uji klinis. Tak kalah membahagiakan lagi, ternyata pembuatan vaksin korona ini sangatlah cepat. Di akhir 2020, vaksin ini sudah mulai masuk tahap perizinan edar dan mulai didistribusikan.
Di Indonesia sendiri, Â proses vaksinasi dimulai sejak bulan Januari 2021. Selain itu, Indonesia pun masih berusaha mengembangkan vaksin produksi dalam negeri, agar dapat memenuhi kebutuhan vaksin untuk penduduk di Indonesia yang sangat banyak.
Sementara sampai tanggal 4 Mei kemarin, sudah ada lebih dari 12 juta orang yang menerima vaksinasi. Tentunya dengan adanya keterbatasan jumlah, proses vaksinasi harus ada skala prioritas, mulai dari tenaga medis dan pelayan publik yang sangat rentan tertular, samapai kepada kalangan lansia yang juga beresiko terkena dan kematian yang tinggi.
Tapi akhir-akhir ini, muncul kabar beberapa golongan masyarakat yang tertular korona padahal sudah menerima vaksin. Maka banyak orang yang bertanya-tanya, kenapa itu bisa terjadi? Kemudian hal itu menjadi perbincangan lagi saat istri Gubernur Jawa Barat, yaitu Ridwan Kamil terkena positif korona, padahal kita semua tahu bahwa Pak Gubernur  dan istrinya menjadi relawan vaksin pada proses uji klinis 3 sinovak di tahun lalu, jadi kenapa bisa tetap terkena?
berkaca pada sejarah, vaksin-vaksin yang ada harus melalui proses pembuatan selama 10-15 tahun. Sangat lama bukan? Tapi jika melihat dampak korona yang ada sekarang, apakah kita harus menunggu selama itu? Tentu tak ada yang menjawab mau menunggu 10 tahun untuk pulih dari kondisi korona yang ada sekarang. Lagi pula, rentang waktu 10-15 tahun yang dicatat di masa lalu bisa dianggap wajar, mengingat teknologi sekarang jauh berkembang jika dibandingkan dengan hari ini. Jadi tak ada yang tak mungkin bukan? Bahkan catatan waktu tercepat pembuatan vaksin adalah 4 tahun, yaitu vaksin untuk penyakit gondongan.
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit. Pemberian vaksin dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi penyebab penyakit - penyakit tertentu
Jadi secara sederhana, vaksin adalah suatu bahan yang berupa rekayasa genetik yang disuntikan ke dalam tubuh manusia agar sel-sel tubuh manusia tertentu bisa mengenal virus yang akan masuk dan mampu melawannya karena sudah dikenalkan terlebih dahulu oleh cairan vaksin tersebut.
Jadi sebenarnya menjadi suatu pertanyaan lagi, kenapa orang yang sudah divaksin masih bisa terkena/tertular. Jawabannya mungkin cukup simpel juga. Penularan virus korona ini hampir sama dengan virus-virus lainnya, yaitu dari lubang-lubang pernapasan seperti mulut dan hidung, tapi yang menjadi perbedaan, korona juga bisa menular dari kontak tangan dan mata. Sehingga sangat memungkinkan orang tertular karena virus itu bisa masuk kapan saja dari hidung, mulut atau mata. Sedangkan antibodi dari vaksin berada di dalam tubuh tepatnya organ tujuan yang diserang.
Sehingga bisa disimpulkan siapapun yang sudah divaksin masih bisa tertular virus korona ini, tapi vakisn berfungsi memperkuat antibodi, sehingga kalau pun terkena, efeknya tak terlalu fatal dan menurunkan resiko kematian yang tertular. Sehingga fungsi masker, yang memang dianjurkan dari awal, Â masih sangatlah penting untuk mencegah penularan virus korona ini.
Jika diilustrasikan dengan sebuah rumah, rumah memiliki penutup atau pembatas antara bagian dalam, yaitu pintu. Tapi di luar pintu ada lagi sebuah pagar sebagai pemisah rumah dan jalan. Pagar adalah pemisah atau perlindungan pertama rumah dari perampok atau maling yang bisa mengancam rumah. Fungsi pagar sangat penting agar perampok/maling tak begitu gampangnya masuk dan mencapai pintu rumah, sehingga banyak pemilik rumah yang membuat pagar yang sedemikian mungkin agar kokoh dan tak bagitu gampang dimasuki/dibobol.