Secara luas, emansipasi bermakna pembebasan dari perbudakan dan persamaan hak. Istilah emansipasi mulai dikenal di awal abad 20. Semenjak perang dunia, kaum perempuan mulai mengambil kesempatan di lini-lini yang ditinggal oleh para lelaki yang sedang berperang. Sejak saat itulah, kesetaraan di berbagai bidang mulai berkembang.
Di Indonesia  sendiri, emansipasi mulai dikenal dari buku yang merupakan surat-surat dari Kartini.  Sehingga setiap tanggal 21 April dikenang sebagai hari Kartini. Seperti yang sudah diketahui, Kartini dikenal dikenal sebagai pahlawan Nasional, khususnya di bidang perjuangan kesetaraan perenpuan. Kartini selalu memiliki keinginan untuk mengadakan perubahan, bukan merubah adat, tapi cara pandang adat, agar dapat membebaskan perempuan dari tuntutan-tuntutan yang membebani. Menurutnya, perempuan sebaiknya diberikan hak untuk memilih apa yang ingin mereka jalani.
Walaupun mimpi dari Beliau sudah tercapai sekarang, tapi ada hal-hal yang sebenarnya belum tercapai. Banyak makna-makna yang tersembunyi dari pemikiran tentang emansipasi, khusunya di Indonesia. Emansipasi yang sebenanya diperuntukan bagi terlaksananya kesetaraan di berbagai lini, sebaiknya jangan hanya fokus pada pendidikan dan pekerjaan, tetapi pada kesetaraan hak yang didapat. Dalam pelaksanaannya terkadang ada kekurangan, tapi ada juga yang justru kebablasan atau salah kaprah.
Banyak hal-hal lain yang masih tak sesuai tak sesuai dengan nilai-nilai yang sebenarnya diinginkan dari adanya sebuah emansipasi. Pandangan kesetaraan yang masih tak berjalan sesuai seharusnya masih banyak terjadi. Masih banyak hambatan-hambatan atau tembok pembatas agar kesetaraan itu dapat tercapai. Mungkin sering kali kita merasakan atau mendengar hal-hal ini. Terutama tentang masalah hubungan, baik pribadi maupun sosial, kesetaraan terkadang masih memiliki penghambat, terutama tradisi adat. Dari tradisi adat tersebut, berkembanglah pemikiran-pemiran yang tercampur juga dengan kebudayaan barat, sehingga terjadilah kompromi. Kompromi yang ada terkadang membuat kebingungan bagi orang-orang yang mengalaminya.
Pengetahuan dan pandangan yang didapat dari budaya barat tapi kemudian kontra yang diberikan oleh keluarga yang memegang adat, membuat kebanyakan orang menjadi bingung. Tapi memang yang harus disadari oleh setiap orang, kesetaraan bukanlah berarti melawan adat. Kesetaraaan lebih kepada pemenuhan hak setiap manusia, baik laki-laki atau perempuan, baik golongan A atau B.
Menurut saya ada beberapa anggapan atau stigma tentang kesetaraan tadi yang masih kurang tepat akibat dari kompromi yang ada
Kuat dan lemah
Stigma kuat dan lemah ini menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah. Entah dari mana stigma ini berasal, tapi yang pasti stigma ini sudah menyebar luas dan dipercaya. Tapi, peradaban zaman ini membuktikan kekeliruan stigma tersebut. Sebut saja, sekarang seorang atlet perempuan sudah sangat wajar, bahkan sudah diperlombakan secara internasional. Hal yang ekstrimnya, olah raga angkat beban pun sudah diperlombakan untuk perempuan. Jadi sebenarnya, perempuan tidak lemah kan?
Menurut saya, stigma ini muncul di peradaban kuno sampai modern. Dimulai karena memang tanggung jawab seorang laki-laki untuk bekerja dan mencari nafkah, berlanjut pada zaman perang. Perempuan yang saat itu dengan keaadaan terbatas karena dalam waktu-waktu tertentu harus mengalami haid, mengandung dan melahirkan, sampai kepada mengurus anak. Mungkin alasan-alasan inilah yang membuat perempuan tak diikutsertakan dalam peperangan.
Kerancuan antara lemah atau kuatnya perempuan membuat banyak orang sulit mengerti dan salah bertindak. Padahal, mungkin yang dimaksud lemah adalah secara emosional. Perempuan memang secara hormonal, memungkinkan adanya kenaikan dan penurunan emosi yang cukup derastis. Hal ini yang membuat perempuan dikenal sebagai pribadi yang sensitif dan perasa. Namun ini juga merupakan keuntungan bagi perempuan karena sudah belajar mengendalikan emosi sejak remaja. Sehingga terkadang, di kalangan usia kepala 2, perempuan bisa terlihat lebih dewasa secara emosional dari laki-laki.