Adapun instrument hukum inter alia terhadap Tindak Pidana Terorisme Internasional adalah dan selalu UN Charter, Konvensi-konvensi UN, International Human Rights, Refugee Law, dan International Humanitarian Law. Konvensi UN yang dimaksud merujuk pada konvensi yang mengatur tentang Penerbangan, Perlindungan orang terlindung termasuk diplomat, Penyanderaan, Nuklir, Kelautan, dan persenjataan, yang substansinya sangat banyak.
Lalu, karena berada dalam konteks internasional, otomatis subjek pelaku terorisme pada konteks ini adalah yang diatur dalam hukum internasional, yang meliputi negara, organisasi internasional, palang merah internasional, tahta suci vatikan, individu, atau belligerent, walaupun biasanya dilakukan hanya oleh negara, organisasi internasional, atau belligerent.
Terhadap langkah hukum yang dilakukan, pada artikel Pidana Internasional: Korupsi, telah dijabarkan secara singkat dan sederhana bagaimana Hukum Internasional menanggulangi perbuatan dikategorikan pidana, yaitu dengan upaya preventif, dan kerja sama antar negara dalam pertukaran informasi dan yang diatur dalam konvensi, perbantuan, dan penegakan hukum fokus pada hukum nasional termasuk saat peristiwa terjadi di luar wilayah negara.
Pidana Terorisme Di Indonesia.
Maka, secara singkat dan sederhana, bila terjadi suatu tindak pidana terorisme di Indonesia, atau memiliki nasionalisme Indonesia melakukan tindak pidana teroris di luar Indonesia, dasar hukum yang digunakan adalah UU Anti Terorisme jo. Pidana terorisme di KUHPB. Â UU anti terorisme di Indonesia mengalami banyak perubahan, namun definisi terorisme dapat ditemukan dalam pasal 1 ayat 2 UU 5/2018 yang berbunyi:
"terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan."
Kemudian, pidana tentang terorisme tertuang dalam KUHPB pasal 600 sampai dengan pasal 602. Pasal ini termasuk dalam Bab Tindak Pidana Khusus, sehingga terdapat syarat-syarat khusus digunakannya pasal-pasal ini yang sudah dituangkan pada artikel Pidana Internasional: Money Laundering. Adapun rumusan pasal 600 berbunyi:
"Setiap Orang yang menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan Korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati."
Frasa pidana mati menjadikan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia sangat menarik, mengingat pidana mati pada dasarnya terang-terangan melanggar Hak Asasi Manusia walaupun segala macam pidana pasti melanggar Hak Asasi. Namun untuk hal itu, lebih layak dibahas pada bagian artikel Hukum Pidana Indonesia.
Dengan demikian, seperti Tindak Pidana Khusus yang berlaku secara internasional, teori tentang terorisme sangat banyak dan dalam spektrum Internasional sendiripun, masih banyak perdebatan untuk menetapkan tindak pidana ini. Namun, setidaknya artikel ini sudah cukup memuat bahwa ada dasar-dasar penetapan tindak pidana terorisme dapat dikatakan sebagai tindak pidana terorisme, juga dengan konsekuensi perbuatannya.
Demikianlah sedikit tentang Tindak Pidana Terorisme. Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, juga karena untuk tetap sederhana dan singkat sehingga tidak dapat memuat konvensi yang tertuang dalam Kompilasi Konvesi UN terkait terorisme. Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.