Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pidana Internasional: Genosida

27 Maret 2024   15:15 Diperbarui: 27 Maret 2024   22:22 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada artikel Pidana Internasional: International Court Justice, telah tertuang bahwa pidana di Indonesia memiliki perbedaan kentara dengan Pidana Internasional. Terutama, karena Pidana Internasional tidak memiliki pedoman untuk mengatakan 'suatu perbuatan adalah tindak pidana..' yang dituang pada kitab tertentu, sehingga kajian Hukum Pidana Internasional akan merujuk sosial budaya, politik, dan/atau humaniora secara universal walaupun dilihat dari kacamata hukum.

Namun, kepastian itu dapat ditemukan saat melihat pidana dari sudut pandang berbeda, yaitu melihat pidana nasional terlebih dahulu, kemudian diarahkan menuju Pidana Internasional. Dan, seperti yang ada dalam artikel Pidana Internasional: Hubungan Hukum Pidana di Indonesia dan Hukum Pidana Internasional, ada irisan spektrum untuk mengukuhkan kepastian hukum pidana tersebut. Dan, agar singkat dan sederhana, penggunaan ketentuan pidana dalam Statuta Roma adalah yang tersantai. Salah satu ketentuan di dalamnya adalah tentang Genosida.

GENOSIDA DALAM KUHPB.

pasal 598 KUHPB berbunyi:

"dipidana karena genosida, Setiap Orang yang dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, agama atau kepercayaan dengan cara:

a. Membunuh anggota kelompok;

b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok;

c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun sebagian;

d. Memaksakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran dalam kelompok; atau

e. Memindahkan secara paksa Anak dari kelompok ke kelompok lain,

Dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun."

Dalam penjelasan KUHPB, dikatakan bahwa pasal 598 cukup jelas. Suatu fakta menarik, adalah Indonesia tidak meratifikasi Statuta Roma dan Konvensi Genosida. Itu artinya, ketika ada pidana genosida terjadi di Indonesia, di satu sisi pihak asing tidak dapat melakukan intervensi langsung, kecuali lewat UN atau dengan melanggar hukum, namun di satu sisi pihak yang ada di dalam Indonesia juga akan lebih sulit meminta bantuan terhadap pihak asing. baik-buruk, benar-salah, tepat-tidak tepat langkah Indonesia tidak melakukan ratifikasi, Penulis serahkan pada pembaca.

Kemudian, bunyi tersebut konsisten dengan Article 6 Statuta Roma dan Article 2 Genocide Convention, kecuali bahasanya diterjemahkan.

GENOCIDE CONVENTION

Dalam konvensi tersebut, artikel II memiliki bunyi yang sama dengan yang tertuang dalam KUHPB. Pada article III konvensi a quo dituangkan perpanjangan article II yang berbunyi:

"the following acts shall be punishable:

a. genocide;

b. conspiracy to commit genocide;

c. direct and public incitement to commit genocide;

d. attempt to commit genocide;

e. complicity in genocide."

Tentang materi genosida yang ada dalam konvensi tersebut, secara sederhana tertuang dari article III sampai dengan article IX. Rangkumannya menyatakan bahwa subjek hukum meliputi penguasa, pejabat publik atau orang tetap dapat dikenakan pasal tersebut dan dengan demikian dapat dihukum.

Kemudian dalam memberlakukan hukuman terhadap pelaku genosida, para pihak yang meratifikasi konvensi menyesuaikan dengan peraturan perundangan nasional dan memberikan hukuman bagi pelaku. Bentuk kejahatan ini tidak dianggap sebagai kejahatan politik demi tujuan ekstradisi.

Dalam melakukan prevensi tindakan genosida, UN dapat bergerak atas dasar pertimbangan yang tepat untuk melakukan tindakan prevensi dan suppresi agar genosida tidak terjadi. Terkait perselisihan interpretasi, penerapan dan pemenuhan konvensi, dilakukan hanya oleh ICJ atas permintaan salah satu pihak yang berselisih.

Dari materi norma pengatur genosida, hal yang terpeting dapat terlihat dari Article IX Genocide Convention (secara formal berjudul convention on the prevention and punishment of the crime of genocide) yang berbunyi:

"disputes between the contracting parties relating to the interpretation, application, or fulfillment of the present convention, including those relating to the responsibility of a state for genocide or for any of the other acts enumerated in article III, shall be submitted to the international court of justice at the request of any of the parties to the dispute."

Artinya, article III yang juga kepanjangan dari article II, tidak memiliki baku interpretasi, aplikasi, dan pemenuhan konvensi, karena didasarkan dari kedua pihak yang berselisih terhadap hal tersebut. Hal ini bermuara pada definisi yang dapat diberikan berdasarkan alat bukti yang dipresentasikan oleh kedua belah dalam pengadilan (rationae materiae).

Setidaknya, ini dalam konteks yang dilakukan dari konteks hukum internasional yang diselenggarakan International Court Justice, dan dapat dibuktikan dari yurisprudensi ICJ. Pertanyaannya, bagaimana dengan pidana genosida yang diadili oleh ICC?

GENOSIDA DALAM ICC

Bila Genosida yang diadili ICJ adalah genosida dengan subjek hukum Negara (biasanya), maka pelaku Genosida yang dialili oleh ICC adalah Individu, mutlak, terlepas siapapun yang menjadi prosecutor(penuntut). Dan menjadi suatu pertanyaan yang menarik, bagaimana satu individu dapat dikatakan melakukan genosida dan dijatuhi hukuman pidana genosida?

Secara konsepsual, format pengadilan ICC dapat dipersamakan dengan prosedur penyidikan dan penyelidikan pada acara pidana di Indonesia. Pembedanya subjek yang melakukan adalah negara-negara tertentu yang menjadi anggota ICC. Bila disederhanakan, maka prosesi ICC menyelenggarakan penegakan hukum meliputi:

Pre-eliminary examinations;

Tahap ini pada dasarnya adalah tahap penyidikan yang dilakukan oleh anggota ICC terhadap orang tertentu yang diduga melakukan kejahatan dalam Statuta Roma, termasuk genosida. ICC baru dapat melakukan kewenangannya ketika syarat dalam article 13 terpenuhi. Syarat-syarat itu meliputi:

  • Prosecutor(penuntut/pendakwa) memajukan suatu perbuatan pidana yang diatur dalam statute dengan kelengkapan alat bukti berupa hasil investigasi situasi dan kondisi bahwa perbuatan pidana tersebut terjadi lebih dari satu kali, dengan tujuan investigasi adalah untuk membuktikan perbuatan itu dapat dilimpahkan pada satu atau beberapa orang saja.
  • Hasil investigasi situasi dan kondisi harus relevan dengan waktu, dengan bentuk dokumentasi.
  • Hasil investigasi tersebut diserahkan ke UN berdasarkan Chapter VII Regional Arrangements UN Charter, atau
  • Hasil investigasi tersebut dieserahkan ke ICC langsung, apabila Prosecutor adalah anggota konvensi.

Kemudian, ICC mengadakan kewenangannya berdasarkan berdasarkan preamble Statuta Roma paragraph 10, yang berbunyi:

"emphasizing that the International Criminal Court established under this Statute shall be complementary to national criminal jurisdiction."

ICC tidak dapat menerima kasus dalam statute, termasuk kasus genosida, apabila:

  • Kasus sedang/telah ditangani sendiri oleh negara tersebut, kecuali ketika negara tidak mau atau tidak bisa menanganinya;
  • Negara memilih untuk tidak menuntut orang itu, kecuali pilihan itu datang dari paksaan atau ketidakmampuan negara untuk menuntut;
  • Orang itu sedang diadili;
  • ICC menimbang bahwa kasus tersebut tidak cukup kuat untuk diadili;
  • Ada ketentuan lain terkait kasus yang dapat dilihat secara khusus.

Investigations;

Merupakan proses dimana prosecutor kemudian mengeluarkan warrant yang diatur dalam article 58 yang pada intinya memiliki syarat ada alasan pasti untuk mengeluarkan surat tersebut. Alasan diterbitkannya surat penangkapan berdasarkan hal meliputi:

  • memastikan orang tersebut hadir di pengadilan;
  • memastikan orang tersebut tidak membahayakan penyelidikan lanjutan atau jalannya pengadilan;
  • menghentikan sementara orang tersebut berbuat kriminal, yang ditimbang dari intensitas holistik sebelum dan sesudah orang itu ditangkap.

Pre-trial; Trial; Appeals stage;

Setelah lewat masuk tahap penyelidikan, maka dilakukan pra-persidangan (Pre-Chamber). Bila dalam pra-persidangan kurang alat bukti, maka subjek tersebut akan dibebaskan. Kemudian, secara garis besar menyerupai persidangan pada umumnya.

Enforcement.

Penjatuhan hukumannya tertuang pada article 83 number 4, yang berbunyi:

"the judgement of the Appeals Chamber shall be taken by a majority of the judges and shall be delivered in open court. The judgement shall state the reasons on which it is based. When there is no unanimity, the judgement of the Appeals Chamber shall contain the views of the majority and the minority, but a judge may deliver a separate or dissenting opinion on a question of law."

Dari hal ini, dapat diketahui bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan antara ICJ dan ICC dalam menangani perkara genosida, perbedaan itu adalah:

  • pada duduk perkara, definisi genosida ICJ ditetapkan oleh alat bukti para pihak (rationae materiae), sedangkan definisi genosida ICC dilakukan atas dasar penyidikan dan penyelidikan, artinya tidak perlu pendefinisian lagi.
  • Penjatuhan vonnis bagi pelaku oleh ICC mengikuti pidana nasional kecuali tidak diatur tindakan ketentuan genosida, sementara penjatuhan vonnis ICJ lebih hanya pendapat. Hal ini sebagai konsekuensi dari perbedaan subjek hukumnya.

Setidaknya, kedua perbedaan tersebut yang dapat penulis tuangkan. Hal ini karena perbedaan lain bersifat teknis dan akan menghilangkan kesederhaan dari artikel ini, terutama, apabila melihat dari yurisprudensi dalam ICJ maupun ICC berjumlah begitu banyak dan mendetil, membuat artikel ini tidak akan selesai karena dapat dikaji berminggu-minggu.

Namun, demikianlah sedikit tentang genosida. Artikel ini tidak sempurna selain karena kekurangan penulis, juga karena menekankan kesederhanaan, sehingga banyak hal yang tidak dapat dimasukkan. Namun setidaknya, dapat menggambarkan bagaimana Pidana genosida itu diterapkan dalam spektrum nasional ataupun internasional. Akhir kata, semoga berkenan dan tetap semangat.

Artikel ini adalah opini pribadi seorang penggemar hukum dalam rangka memperdalam pengetahuan tentang hukum secara holistik. Adapun terjadi kesesatan, penulis terbuka untuk mendapatkan kritik, saran, ataupun diskursus yang dapat mempertajam pemahaman dalam topik terkait.

Peraturan perundangan:

KUHPB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun