Pada Artikel Pidana Internasional: Statuta Roma, telah tertuang bahwa ICC hanya berwenang mengurus Pidana yang berupa Kejahatan Genosida, Kejahatan HAM, Kejahatan Perang, dan Kejahatan Agresi. Namun, spektrum Pidana Internasional lebih luas dari keempat hal tersebut. Masih ada beberapa bentuk pidana yang dikategorikan sebagai Pidana Internasional, meliputi:
- Pencucian Uang (money laundry);
- Terorisme (terrorism);
- Korupsi (corruption);
- Narkotika (narcotics);
- Pelayaran Internasional (international ocean);
- Penerbangan;
- Sistem Informasi;
- Lingkungan hidup;
- Ruang Angkasa;
- Segala sesuatu lintas wilayah negara yang dapat dikategorikan sebagai unsur asing;
Ketika bicara tentang sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai unsur asing, hal ini merujuk pada perluasan lingkup pengaturan pidana itu sendiri. Terutama, karena tidak ada yang namanya 'KUHP Semesta', 'KUHP Dunia', 'Kitab Pidana Internasional', atau sebagainya. Sehingga walaupun suatu perbuatan dikategorikan sebagai Perbuatan Pidana di Indonesia, belum tentu Perbuatan Pidana di negara lain.
Dan yang kedua, karena Perbuatan Pidana dalam konteks Hukum Internasional merujuk pada Hukum Internasional itu sendiri. Artinya, definisi Perbuatan Pidana lahir dari perjanjian-perjanjian yang menyepakati bahwa suatu perbuatan adalah Perbuatan Pidana. Dan, karena semangat geopolitik setelah Perang Dunia II, banyak negara kemudian tergabung menjadi satu organisasi besar, yaitu PBB, yang memberikan legitimasi hukum bagi UN terhadap anggota-anggotanya.
Cairnya suatu perbuatan pidana yang menjadi kasus dalam ICJ membuat pendekatan penyelesaian kasus dilakukan secara keperdataan. Sehingga penjatuhan pidana atas perbuatan pidana terkesan ambigu. Misalnya, Sanction dari UN terhadap negara-negara tertentu, yang landasan pidananya sendiri layak dipertanyakan. Apa sanction semacam embargo ekonomi dapat dikategorikan sebagai akibat perbuatan pidana? Untuk jawabannya, penulis serahkan pada pembaca.
Terlepas dari kritik terhadap Pidana Internasional, pada konsepnya segenap kasus yang memiliki lingkup internasional dapat dibawa ke ranah internasional, sepanjang subjek hukumnya adalah Negara, Organisasi Internasional, Palang Merah Internasional, Tahta Suci Vatikan, Individu, atau Belligerent, dan memiliki unsur asing pada konsep kasusnya. Dan dalam mengurus hal tersebut, di luar ICC, dilakukan oleh International Court of Justice.
INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE.
Dasar eksistensi ICJ dapat ditemukan dalam Chapter XIV(14) UN Charter article 92 sampai dengan article 96. Pasal-pasal tersebut pada intinya menjadikan lembaga ini sebagai lembaga tertinggi dalam sistem yudikatif Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN). Dituangkan, bahwa semua anggota UN juga berada dibawah yuridikasi ICJ, dan negara di luar UN dapat ikut menjadi anggota dengan perjanjian tertentu.
Kemudian, secara terpisah ICJ didirikan atas dasar Statute of The International Court of Justice, yang terdiri dari 5 Bab dan 70 artikel yang mengatur secara umum susunan, kewenangan, dan prosedur kelembagaannya. Secara singkat dan sederhana, Pembagian 5 bab tersebut meliputi:
Chapter 1: Organization of the Court (article 2-33);
Secara sederhana, orang-orang yang ada dalam pengadilan merupakan orang-orang yang diseleksi atas kompetensinya dan berdasarkan negara-negara anggota yang ada dalam Permanent Court of Arbitration. Hakimnya terdiri dari 15 orang dan tidak boleh dari negara yang sama. Dalam hal mengadili, hakim minimal berjumlah 9 orang.
Chapter 2: Competence of the Court (article 34-38);