Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pidana Internasional: Statuta Roma

26 Maret 2024   07:46 Diperbarui: 26 Maret 2024   07:53 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bicara tentang aturan dasar dalam menentukan biaya perkara. Pembiayaan dilakukan oleh seluruhnya dari dana yang dimiliki oleh pengadilan, kontribusi dari negara yang menandatangani statuta, serta dana dari PBB. Pembagian tanggung jawab pembiayaan juga didasarkan oleh penilaian yang disepakati bersama, yang diadakan berdasarkan juga dari PBB. Ketentuan ini juga mengatur dasar melakukan audit terhadap dana tersebut.

Part 13: Final Clause;

Bicara tentang ketentuan penutup yang isinya menekankan pada hal-hal teknis lain yang dapat terjadi dalam persidangan terhadap negara peserta, peradilan, maupun bunyi dari putusan.

IRISAN STATUTA ROMA YANG DIATUR DALAM KUHPB.

Bila disederhanakan, maka Statuta Roma memuat 4 bentuk kejahatan yang meliputi Genosida, Kejahatan HAM, Kejahatan Perang, dan Kejahatan Agresi, dimana kesemuanya memiliki irisan terhadap Hukum Pidana Indonesia yang dapat dilihat secara praktis lewat KUHPB.

Terkait Genosida, KUHPB secara terang memasukkan Genosida dalam pasal 598 dan Kejahatan HAM pada pasal 599. Kemudian untuk Kejahatan Perang, Pasal 210 sampai dengan pasal 216 KUHPB memberikan norma pidana yang dapat diterapkan pada para WNI yang melakukan tindakan sabotase dan Tindak Pidana pada waktu perang.

Sementera terakit kejahatan agresi, Statuta Roma sendiri tidak memberikan definisi tegas dalam Kejahatan Agresi dan dilakukan dengan cara interpretasi article 121 dan article 123. Kedua artikel tersebut secara garis besar menyatakan bahwa definisi Kejahatan Agresi disepakati lebih dahulu oleh negara-negara peserta.

Artinya, definisi 'crime of aggression' ini sangat tentatif, dan kebergantungan ini membuat pengadilan tidak akan melakukan tindakan apapun terhadap agresi-agresi militer yang terjadi di Bumi, terlepas siapa yang menyerang siapa.

INDONESIA DAN STATUTA ROMA

Dalam putusan nomor 89/PUU-XX/2022 yang membahas pengujian materiil UU 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dikatakan bahwa Indonesia belum melakukan ratifikasi terhadap Statuta Roma dengan pertimbangan geopolitik antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang.

Pertimbangan lainnya adalah Indonesia memiliki cara menegakkan HAM yang berbeda dengan negara-negara lain, termasuk juga dalam ranah pengadilan HAM, sehingga belum ada kepentingan untuk meratifikasi Statuta Roma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun