Bicara tentang Pidana Internasional, maka pada hakikatnya tidak akan lepas dari dua jenis hukum yang sangat berbeda, yaitu Hukum Pidana dan Hukum Internasional. Kedua jenis hukum ini memiliki khazanah teori yang sangat kaya dari para pakar hukum lintas zaman, menyebabkan dialektika terhadap dua cabang ilmu hukum ini menjadi hal yang kompleks sebagai konsekuensi pencarian dan pengembangan hukum dalam kajian.
Sebagai hukum yang menjadi perpaduan dua spektrum hukum yang begitu besar, Hukum Pidana Internasional kemudian dibingkai secara eksklusif untuk dinikmati, tergantung aksentuasi dan perspektif yang dititikberatkan, apakah hukum pidananya atau hukum internasionalnya. Terutama, karena kedua spektrum hukum tersebut memiliki sifat alami yang sangat berbeda. Dalam serial kali ini, penulis akan lebih melihat dari spektrum pidananya. Sederhananya, apa-apa saja kejahatan yang kemudian juga menjadi kejahatan internasional.
KONSEP SEDERHANA.
Secara sangat sederhana, sifat alami hukum pidana di Indonesia adalah hukum yang berakar pada asas legalitas. Hukum pidana harus, dan harus, terikat melekat pada empat pilar, yaitu Lex Praevia, Lex Scripta, Lex Certa, dan Lex Stricta. Dia (norma hukum pidana) harus ada dalam undang-undang, harus tertulis, harus jelas, dan harus tegas. Normanya tidak boleh diinterpretasikan, tidak multi tafsir, nyata pada undang-undang, dan berlaku seperti yang tertulis.
Sebaliknya, Hukum Internasional menitikberatkan pada perjanjian dan kesepakatan yang diemban para penguasa suatu wilayah tertentu untuk dan demi tujuan bersama. Hal ini menyebabkan hukum internasional berangkat dari keabsahan teritorial suatu bangsa yang kemudian menjadi cikal bakal negara dengan berpijak pada kebiasaan. Artinya, Hukum Internasional tidak mengenal ketegasan yang dimiliki hukum pidana.
Perbedaan konsep tersebut tentu bermuara pada perbedaan objek yang diatur. Hukum Internasional sebagian besar yang didasari kebiasaan dan kesepakatan (atau pemaksaan kesepakatan dalam pendekatan peperangan), meletakkan objek Hukum Internasional adalah kepentingan negara-negara tersebut dalam menjaga atau mengembangkan hegemoni serta kedaulatan mereka.
Berbeda jauh dengan hukum pidana, objeknya adalah perilaku subjek-subjek dalam menjalankan kehidupan sosial, agar terjadi keteraturan sesuai dengan nilai dan kaidah yang diharapkan, terlepas dari apa nilai dan kaidah yang diharapkan. Ketika nilai dan kaidah yang diharapkan itu tidak dilakukan, maka perilaku para subjek yang tidak menjalankan nilai dan kaidah itu dapat dianggap sebagai melakukan pelanggaran dan/atau kejahatan.
Karena nilai dan kaidah ini lahir dari kehidupan bermasyarakat, maka yang dikatakan 'pelanggaran dan/atau kejahatan' tersebut ada didasarkan dari wilayah negara tertentu. Akibatnya, semua negara memiliki hukum pidananya masing-masing.
Hanya saja, ada nilai dan kaidah tertentu, terlepas dari ada atau tidak ada kontak dari masing-masing negara, yang dapat dinilai sebagai suatu perbuatan melanggar hukum atau suatu kejahatan. Nilai dan kaidah itu kemudian diberikan terma 'asas universal' yang menjadi dasar pemikiran Hukum Pidana Internasional.
Bila ada kontak dari negara ke negara lain, maka dapat dilakukan kesepakatan untuk menentukan perbuatan apa yang merupakan perbuatan pidana. Bila tidak ada kontak antar negara, tidak berarti nilai dan kaidah itu tidak berlaku karena kedua negara tersebut dapat menentukan suatu perbuatan merupakan perbuatan pidana.
KETENTUAN PIDANA INTERNASIONAL.