Mohon tunggu...
E.M.Joseph.S
E.M.Joseph.S Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum semester 8 UT

Pria, INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

A Principalioribus seu Dignioribus est Inchoandum

8 Desember 2023   14:40 Diperbarui: 8 Desember 2023   14:40 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A principalioribus seu dignioribus est inchoandum, memiliki arti it is to be begun from the more important of worthy things. Dalam Bahasa Indonesia punya makna "kelayakan suatu hal dimulai dari yang lebih penting". Asas ini dapat digali dalam buku Coke Upon Littleton, buku yang menjadi salah satu dogma Common Law, yang dibuat oleh Lord Edward Coke.

Beliau menggunakan a principalioribus seu dignioribus est inchoandum  dalam menerangkan hal tentang Fee-simple in Estate dispute. Fee-simple sendiri adalah terma hukum properti yang merujuk pada kepemilikan dan keuntungan seseorang dalam memanfaatkan properti tertentu. Properti yang dimaksud bisa merujuk ke tanah, bangunan, benda bergerak atau benda tidak bergerak, termasuk juga benda berwujud atau benda tidak berwujud lainnya.

Menurut Black Law Dictionary Fourth Edition, Fee-simple sendiri dapat dibagi setidaknya dua yaitu fee-simple absolut dan fee-simple conditional. Fee-simple absolut merujuk pada fee-simple yang dimiliki subjek hukum tanpa dibatasi oleh kondisi maupun situasi apapun. Sementara fee-simple conditional merujuk pada suatu property yang haknya kemudian memiliki batas tertentu untuk dimanfaatkan.

Dari pendekataan keindonesiaan, Fee-simple yang dimaksud bisa dipersamakan dengan hak eigendom. Hak eigendom tertuang dalam pasal 570 KUHPerdata yang berbunyi :

"hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan."

Perbedaannya adalah Fee-simple memiliki cakupan yang lebih luas. Dalam pengertian absolut, Fee-simple tidak memiliki batasan apapun sementara Hak Eigendom tetap tunduk dibawah undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan penguasa, serta tidak mengganggu hak-hak orang lain. Dalam pengertian kondisional, Fee-simple hampir sama dengan hak eigendom, namun fee-simple conditional juga mempertimbangkan ahli waris dan eksklusifitas dari pihak tertentu.

Kembali pada asas a principalioribus seu dignioribus est inchoandum, Lord Coke menggunakannya untuk mempertimbangkan posisi tenant in fee-simple, atau pemilik dari fee-simple itu sendiri. Asas tersebut kemudian tertuang dalam section 11 yang secara kontekstual menerangkan hak eigendom dalam fee-simple. Secara tekstual, Lord Coke menuangkannya dengan bunyi :

"from this estate in fee-simple, estate tail, and all other particular estates are derived; and therefore worthily our author begins his first book with tenant in fee-simple, for a principalioribus seu dignioribus est inchoandum"

Pernyataan diatas berangkat dari pemisahan antara fee-simple absolut atau conditional, dimana dalam kepemilikan properti dipertimbangkan kualitas dan kuantitasnya. Di suatu situasi-kondisi barang terdapat begitu banyak kepentingan hingga dapat menimbulkan sengketa, ada skala prioritas yang mau tidak mau harus didahulukan untuk dipertimbangkan.

Namun yang menarik dari pernyataan Lord Coke adalah, beliau menggunakan a principalioribus seu dignioribus est inchoandum sebagai dasar alasan untuk mempertimbangkan bahwa pemilik absolut menjadi subjek yang diprioritaskan, bukan dasar pertimbangan kasus. Hal ini menunjukkan asas tersebut lebih merujuk pada asas preferensi.

Asas preferensi adalah terminologi yang digunakan untuk mendahulukan dan mengutamakan hal tertentu dengan tujuan penyelesaian suatu masalah hukum. Pada konteks hukum Indonesia, asas preferensi biasa dipakai untuk membaca dan mengaplikasikan peraturan perundangan yang mana yang lebih diutamakan. Sementara dalam keharian, asas ini bisa dilihat dari tabiat seseorang menggunakan skala prioritas untuk  kehidupan mereka sehari-hari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun