Asas  a piratis aut latronibus capti liberi permanent merupakan asas yang memiliki arti things do not change their ownership when captured by pirates and robbers. Dalam bahasa Indonesia artinya "suatu hal tidak berubah hak milik ketika hal itu diambil oleh pembajak dan perompak". Dalam terjemahan lain, asas ini berbunyi they that are taken by pirates, or robbers, continue free. Apabila diindonesiakan, maka akan berbunyi "mereka yang diambil oleh pembajak, atau perompak, tetap bebas."
Dalam Black Law Dictionary Fourth Edition, asas ini memiliki arti Persons taken by pirates or robbers remain free. Asas ini memiliki perpanjangan yang berbunyi a piratis et latronibus capta dominum non mutant, yang ditafsirkan menjadi capture by pirates and robbers does not change title... No right to booty vests in piratical captors; no right can be derived from them by recaptors to the prejudice of the original owner.
Bila perpanjangan asas tersebut diterjemahkan, maka sekiranya akan mengandung arti "tertangkap oleh pembajak dan perompak tidak merubah hak milik... tiada hak dalam rampasan korban pembajakan; tiada hak dapat lahir dari Penangkap Lain yang diprasangka sebagai pemilik orisinal."
Secara sederhana, asas a piratus aut latronibus capti liberi permanent merujuk pada kepemilikan yang tidak berpindah melewati proses pembajakan atau perompakan. Dalam analogi, seseorang merampok motor ibu-ibu kemudian orang tersebut mengolah motor tersebut. Motor itu tetaplah milik ibu-ibu tersebut, terlepas motor tersebut sudah dijual, digadai, dipreteli, dan sebagainya.
Kendati demikian, asas a piratus aut latronibus capti liberi permanent merupakan asas yang diterapkan secara sangat khusus dalam keadaan peperangan. Hal ini diketahui karena setiap sumber penggunaan asas ini mengacu pada hukum perang maupun hukum internasional dan melibatkan pihak negara.
Termasuk juga di dalam asas ini harus mengandung unsur kejahatan terhadap negara dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan perbuatan dapat dikenakan pidana lain, yang menyebabkan pelaku layak dijatuhi pidana hukuman mati. Hal ini tertuang dalam US Report, The United States v. Thomas Smith, dimana dalam yurisprudensi tersebut, Amerika Serikat kemudian memberikan definisi terhadap Piracy.
Piracy yang dimaksud disini berbeda dengan pemaknaan bahasa Indonesia. Piracy dalam bahasa Indonesia adalah pembajakan, dimana perbuatan pembajakan umumnya mengacu pada tindak pidana hak cipta sesuai ketentuan pidana undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam undang-undang tersebut, definisi pembajakan berbunyi :
"Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi."
Dengan demikian, telah terang perbedaan Piracy yang dimaksud dalam asas a piratus aut latronibus capti liberi permanent. Piracy yang beririsan dengan asas ini merujuk pada perbuatan yang mengakibatkan cedera pada negara secara holistik, sehingga perbuatan tersebut setidaknya layak dikenakan hukuman mati ( capital punishment ).
Asas ini ditemukan dalam buku Jure Belli Et Pacis yang dibuat oleh Hugo Grotius. Hugo Grotius adalah seorang diplomat, humanis, hakim, negarawan, pengacara dari Belanda. Pernah dipenjara karena pendapatnya, karya-karya beliau menjadi cikal bakal Hukum Internasional yang masih digunakan sampai sekarang.
Mengutip dari buku Jure Belli Et Pacis, Caput III De Bello Justo Sive Solenni Jure Gentum, Ubi De Inditione, beliau mengutip pendapat Ulpianus yang berbunyi :