"Waduh, gue pulangnya gimana nih Rin? Mana rumah gue jauh?" Tanya Prita kebingungan. Salahnya sendiri memaksa pergi menonton Java Jazz dengan Rini, sementara ayah dan abangnya tak dapat mengantarnya karena kesibukan mereka dan pulang lewat tengah malam, siapa yang bersedia jemput kecuali pacar idaman? Sementara Prita belum punya pacar.
"Prita, bukannya gue engga mau anterin elu. Tapi lu tau sendiri rumah gue di Jakarta Timur, nah,..rumah elu Jakarta Selatan? Gue nganterin elu, bisa - bisa nyampe rumah gue langsung mandi dan langsung berangkat ke kantor. Bisa teler abis - abisan gue,...." Rini menjawab dengan nada tak kalah bingung. Sudah kebiasaan dua gadis nekad melakukan hal - hal yang mereka suka, resikonya urusan nanti. Kali ini nekad nonton konser dan pulangnya jadi serba salah.
"Ya udah gue naik taksi aja deh. Asal merk si burung lucu pasti aman kan?" Tanya Prita lagi kebingunan.
"Kayaknya sih gitu. Dari pada naik taksi bebek notol atau merk taksi lainnya. Mendingan taksi burung lucu saja." Sahut Rini lagi. Keduanya masih asyik nyasar di bilangan Pakubuwono pada jam satu dini hari. Pasalnya Rini salah muter dan Prita nggak hafal jalan serta rambu.
Seperti biasa kedua gadis nekad saja, menyusuri jalan dengan Honda Jazz Rini dan doa komat - kami yang tak kalah seru. Pasalnya lagi, Rini yang berkaca mata - tebal harus menghadapi wilayah Pakubuwono yang berkelak - kelok dengan pohon - pohon besar, gelap dan seram, juga tantangan mengenai balok - balok pembatas jalan yang gelap gulita tanpa sticker highlite yang bisa menyala di kegelapan. Jadilah keduanya mengalami pulang pagi yang komplit, nyasar, takut nyungsep di pembatas jalan dan nggak tahu bagaimana caranya Prita akan tiba di rumah.
Setelah muter - muter selama dua puluh menit, kedua gadis terbebas dari belitan wilayah Pakubuwo dan langsung keluar di jalan besar Panglima Polim Raya. Dengan nafas lega dan tak tahu harus kemana mereka terpaksa merayap lagi menuju Jalan Sudirman. Sebuah taksi yang sedang mangkal dengan manis di depan Ratu Plaza, merk burung lucu langsung menarik perhatian.
"Rin, berhenti deh, aku coba cek taksi itu..." Prita memerintahkan sobatnya itu untuk menghentikan kendaraan dibelakang taksi yang sudah diincarnya.
Setelah mobil berhenti Prita langsung menghampiri mobil taksi. Membuka pintu depan dan menyapa supir taksi, "Mas, ke Bintaro bisa antar saya nggak?" Tanya Prita ragu. Supirnya ternyata anak muda, kira - kira baru dua - tiga tahun lulus SMA. Anak muda itu yang potongan rambutnya gaya polem - poni lempar ala Justin Bleber mengangguk. Dibacanya nama sang supir, lalu Prita menyambung, "Maaf dengan Mas Irhsan ya?" Lagi - lagi si supir muda dan culun mengangguk.
Prita kemudian memberikan isyarat pada Rini untuk meninggalkannya pulang. Ia akan menyambung perjalanan sendiri dengan taksi. Sementara Rini tampak sibuk mencatat nomor taksi burung lucu bahkan memotret plat nomor kendaraan. Hal yang mungkin akan sedikit membuat manajemen group taksi burung lucu tersinggung. Maklum ini Jakarta, man! Keduanya kemudian saling melambaikan tangan perpisahan, setelah sok dugem bersama nonton konser Java Jazz. Prita memberikan kiss bye pada Rini.
Sepanjang perjalanan Prita merasa ragu untuk bercakap dengan Justin Bleber. Namun kemudian dirasanya tak sopan dan aneh jika ia terus saja mendiamkan anak muda yang menjadi supir taksinya itu. Menampik anggapan si anak muda, yang pasti menimbulkan pertanyaan mengapa seorang wanita pulang pagi dan sendiri. Prita menjelaskan bahwa dirinya baru saja menonton konser.
Ternyata Justin Bleber tidak seculun penampilannya, cepat ia menambahkan, "Oh, ya kemarin saya juga bolak - balik kesana ambil dan antar tamu, Mbak. Pas hari Jumat dan Sabtu, banyak banget pengunjungnya. Tadi pertunjukan terakhir ya?" Kemudian berbagai pembicaraan pun mengalir tentang pertunjukan musik. Dengan lugu Irshsan mengomentari, "Wah, konser semacam itu hanya untuk mereka yang berduit lebih, Mbak! Dulu saya kerja di salah satu perusahaan yang menjadi sponsor Java Jazz, seandainya saja masih kerja disitu pasti saya bisa juga nontonnya gratis!.."