Sudah semestinya BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) melakukan tugasnya dengan benar, tetapi beberapa minggu terakhir BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Kemenkes (Kementerian Kesehatan) harus kerja ekstra. Selain menangani pandemi dan vaksinasi harus ditambah dengan kasus gagal ginjal akut yang disebabkan obat sirup.
Hal ini disebabkan adanya cemaran etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE). Pada tanggal 1 November 2022 terdapat 325 pasien gagal ginjal, 179 dilaporkan meninggal dunia, dan memang ada konsentrasi di beberapa provinsi tertentu, terutama di daerah Sumatra Utara, daerah Jawa bagian barat, bagian timur, dan juga daerah Sulawesi Selatan.
Kepala BPOM Ibu Penny Lukito menjelaskan bahwasanya obat sirup untuk dewasa maupun untuk anak-anak tidak boleh memiliki kandungan etilen glikol dan dietilen glikol. Namun, menurutnya etilen glikol dan dietilen glikol bisa saja muncul sebagai cemaran pada obat sirup yang kemudian mencemari obat sirup dengan bahan tambahan.          Â
Bahan tambahan ini asalnya dari propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, gliserin, atau gliserol. Beliau juga mengungkapkan bahwa adanya temuan yang mengarah pada perubahan sumber bahan baku. Terdapat dua industri farmasi yang mengubah sumber bahan baku yang tidak melapor ke BPOM. Setelah diperdalam terdapat kandungan senyawa kimia yang berbahaya di salah satu obat dengan mencapai ratusan kali lipat dari batas normal.
Jika mengacu pada standar baku internasional lain, terdapat ketetapan ambang batas aman atau tolerable daily intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG 0,5 mg per kg berat badan per hari. BPOM juga sudah memberikan sanksi pada produsen obat yang terindikasi etilen glikon dan dietelin glikol. BPOM sudah berhasil mengantongi 2 perusahan farmasi yang akan dipidanakan.
Dengan maraknya informasi yang beredar membuat banyaknya masyarakat yang khawatir untuk mengonsumsi obat sirup tersebut. Tetapi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan penelurusan pada data registrasi dan sampling post market.
Hal ini tentunya sebagai upaya perlindungan kesehatan masyarakat sekaligus sebagai upaya dalam perbaikan sistem jaminan keamanan dan mutu obat di Indonesia. Berdasarkan hasil pengujian,produk-produk obat sirup tersebut dinyatakan aman dan tidak mengandung 4 (empat) pelarut, yaitu Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin/Gliserol, sehingga tidak mengandung cemaran ED/DEG dan aman untuk diedarkan.
Mendengar hal itu, kita seharusnya bisa lebih teliti lagi dalam membeli obat khususnya yang berbentuk sirup untuk anak-anak. Ketika kita ingin membeli obat lebih baik kita membaca dahulu desksripsi obatnya apakah mengandung zat yang berbahaya untuk dikonsumsi atau tidak. Jika masih ragu dalam pemilihan obat akan lebih baik jika kita konsultasi terlebih dahulu ke dokter.
Sudah menjadi tugas dari BPOM untuk meneliti lebih dalam kandungan-kandungan yang terdapat dalam semua produk yang ingin di pasarkan, Jika BPOM bisa meluncurkan beberapa barang tersebut seharusnya produk itu sudah benar-benar aman. Kasus ini tidak boleh terjadi untuk kedua kalinya, BPOM harus meningkatkan pengamanan dan pengececekan terhadap perusahaan farmasi secara berkala supaya tidak ada perubahan kandungan atau bahan baku dari obat yang akan di edarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H