Ide bagus tak mengenal waktu dan tempat. Ia singgah dan pergi sesuka hati. Jika tidak segera ditangkap, ia akan hilang tertimbun ide-ide lain atau terurai seiring ingatan memudar.
Untuk Sandy Dwiputra, momen pencerahan ini datang ketika sedang hendak mengisi perut.
“Saat aku sedang makan ayam goreng muncul pikiran, ‘pengalaman makan tidak nikmat tanpa ditemani sambal,’” cerita dia. “Sejak itu aku menyadari betapa orang Indonesia sangat menggemari sambal.”
Ujaran Sandy tepat sasaran. Dalam ranah kuliner, ternyata motto Bhineka Tunggal Ika juga berlaku; meski letak geografis berbeda, kecintaan terhadap sambal tetap sama.
Dari Sabang sampai Merauke, sambal dengan tampilan, cita rasa dan aroma beragam hadir menemani karbohidrat (nasi, singkong, kentang) dan protein (ayam, ikan, tempe, tahu) di atas piring.
Sambal ijo Padang, sambal terasi Jawa Barat, sambal bajak Jawa Timur dan sambal teri Merauke hanyalah segelintir dari jajaran pelengkap makanan istimewa Nusantara.
Pengetahuan tersebut amat berharga bagi Sandy. Sebagai arek Malang yang menyukai taburan serba pedas, dia menantang diri untuk berinovasi di dunia percabaian.
Namun, bukankah membuat sambal adalah sesuatu yang mudah dilakukan? Simak saja resep sambal bajak yang ditampilkan di sebuah situs kuliner:
Pertama haluskan cabai merah besar, cabai merah keriting, cabai rawit merah, bawang merah dan terasi; Kedua, tumis bersama daun salam, lengkuas, dan serai sampai harum, lalu tambah garam dan gula merah. Aduk rata; Dan yang terakhir, tambahkan air asam. Masak di atas api kecil sampai meresap dan tinggal minyaknya.
Sambal simpel dan mudah! Sepintas semua orang sepertinya bisa membuatnya jika ada bahan dan tentunya niat.
Akan tetapi tidak semua pernah terpapar pengetahuan dan praktikum kuliner yang sama seperti Sandy. Pemuda 23 tahun ini mengantongi ilmu produksi food and beverage dari Swiss German University dan pengalaman berkarya di dapur bintang lima di Jerman.
Memasak sambal baginya adalah wadah untuk mempraktikkan etos masak-memasak dan mengasah insting kewirausahaan.
Sandy menjelaskan, “satu hal yang aku pelajari dari bekerja di Jerman adalah proses produksi makanan harus benar-benar steril! Kita tidak mau bakteri berkembang di makanan.”
Menurut dia kesadaran kebersihan masih minim di kalangan umum. Kekurangan ini mengakibatkan umur sambal yang terlampau pendek dan produk menjadi buruk untuk kesehatan.
Padahal jika kesegaran dan kebersihan diutamakan, makanan akan tahan lebih lama dan rasa juga akan lebih prima.
Dengan pemasakan ala Eropa, bahan segar asli Malang dan inspirasi cita rasa pulau Dewata, Sandy beraspirasi membuat racikan sambal gurih, harum, membara dan sehat yang cocok dipasangkan dengan masakan dari seluruh Indonesia.
Pengalaman Kaya
Ada sepiring ayam goreng panas dengan nasi putih pulen. Harum masih beruap.
Sangat pandai sang koki menyajikannya. Potongan paha ayam keemasan dan garing membuat perut keroncongan padahal belum lama sarapan. Mulut yang menyambut segera menembus kulit renyah yang menyembunyikan daging lembut mudah tercerai di baliknya.
Rasa gurih dan bumbu sedap kini menari di atas lidah.
Saat langit-langit mulai merasa bersalah karena kehadiran sedikit minyak, nasi putih pun dilahap. Butiran halus hangat dan wangi menghapus penyesalan dan membawa keseimbangan rasa.
Elemen flora dan fauna; komposisi padat dan lembut; sensasi gurih dan wangi berpadu sempurna lalu dengan mudah hilang tertelan.
Kata yang terucap dalam hati hanya ‘enak’. Masih ada yang kurang. Suap kali kedua harus lebih memuaskan.
Sesendok Sambal Lahar membuat hidangan menjadi hidup. Sambal merah merona melengkapi ayam keemasan dan nasi putih bersih. Nuansa kini tak sebatas asin dan wangi; ada rasa pedas yang membuat melek, masam yang segar dan gurih menggugah selera.
Untuk sesaat otak berputar mencari nama yang tepat untuk si panas satu ini. Tiba-tiba teringat deru angin sepoi-sepoi, matahari terang di cakrawala terbuka dan suara ombak bergilir menyapu pantai.
Tidak salah lagi. ‘Sambal Lahar — Matah’ jawabannya — titisan Matah khas pulau Bali.
Tanpa tipu daya, kini hati rela mengujar kata yang lebih pantas untuk menutup makan siang. ‘Nikmat’.
Lukisan di atas ingin dibagikan oleh Sandy dengan mengajak semua untuk melirik ‘Sambal Lahar’ racikannya, mencium wanginya, serta merasakan harmonisasi gurih dan pedas.
‘Sambal Lahar’ adalah teman serasi di saat lapar menghampiri — menyulut api di mulut, mengundang peluh di dahi, sambil menantang indera pengecap para petualang kuliner.
_____________________________________________
Ingin merasakan lezatnya sendiri? Ayo kunjungi page tokopedia Sambal Lahar Malang disini!
Follow instagramnya di @sambal.lahar
Kalau perut kamu keroncongan waktu baca, silakan nilai dan ikuti blog ini! :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H