[caption id="" align="aligncenter" width="467" caption="sukarno, bapak persatuan- kebersamaan."][/caption]
Konflik tak bisa dilepaskan dari kekuasaan. Melihat konflik yang terjadi di banyak daerah, jenis keyakinan dalam konflik , bisa dilihat sebagai tidak adanya “ imajinasi” kebersamaan. Konflik selain bisa terjadi di tingkat daerah,ternyata juga bisa timbul di tingkat paling bawah dan kecil, contohnya diantara sesama preman, sesungguhnya pematik konflik bukan soal ethnic tetapi lebih daripada soal ekonomi. Dan sumbu konflik sebenarnya bukan ada di daerah namun dilingkungan elite.
Kita memerlukan sejenis atau semacam kerangka bangunan imajinasi yang kreatif Indonesia, semenjak keberagaman dan persatuan kita miliki, sudah disadari oleh pendiri, Indonesia terdiri dari banyak pulau, suku, ethnis,agama dan seterusnya sangat pantaskekayaan tersebut dijaga kelangsungan hidupnya. Salah satu bentuk persatuan dan keberagaman, salah satunya adalah diterimanya bahasa melayu sebagai bahasa persatuan dan dikemudian hari dikenal dengan nama Bahasa Indonesia. Suku Jawa sebagai salah satu yang terbesar, Jawa tidak menolak bahasa melayu dipakai sebagai bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan tidak memaksakan diri bahasa jawa supaya dipakai sebagai bahasa nasional.
Tercabiknya imajiner kreatif persatuan tampak nyata justru kala Negara dengan cara paksa hendak menghilangkan imajiner kreatif tersebut dalam bentuk menyeragamkan keragaman. Persatuan kebersamaan seolah-olah dan penyeragaman adalah proses awal dari apa yang disebut tercabik. Dalam kata lain, orde baru telah gagal membangun keseragaman dan menghasilkan dan melahirkan tercabik-cabiknya Negara-bangsa walau imajiner kreatif Indonesia tidak gagal total.
Ternyata konflik juga terjangkit di partai-partai. Dan hampir seluruh partai kita pernah terjangkiti konflik.dan ini bisa ditandai sebagai tercabiknya nilai-nilai kebersamaan. Kelompok masyarakat yang bertingkai mudah sekali dikembalikan pada masalah sebenarnya, bukan sebab terjadinya konflik. Misalkan kalau tidak bersumber dari agama ya…suku. Dan jangan lupa unsur pokok dari tercabiknya nilai imajinasi kreatif soal keadilan. Dan ini benar-benar terbukti, keadilan di bumi kita sangat imajinatif, yang mudah kita dapati dalam isi pidato dan teks-teks resmi. Tetapi dalam praktek hidup sehari-hari Nampak kelabu abstrak.
Kekuasaan seperti memiliki daya pesona yang sangat sulit untuk dijauhi begitu saja oleh hampir semua kelompok. Semua kekuatan saling berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Seolah-olah kekuasaan adalah sesuatu yang riil, mudah sekali dibalik tangankan atau dipindah tangan. Kekuasaan adalah sesuatu yang “ dimiliki”, walau dengan jalan atau cara apapun.
Sedikit terkuak,disanalah letak dari sumber soal patahnya satuimajinasi kreatif persatuan dan kebersamaan yang belum bisa diwujudkan. Dalam pratek hidup sehari, individu telah memiliki otonomi yang utuh dan tidak terkait dengan jaringan social yang mengikatnya. Kalau tidak salah, persatuan dan kebersamaan mengandaikan ada seutas tali temali pada jaringan social yang mengikat individu untuk saling terkait dan bergandeng satu sama lain.
Kalau tidak salah, kita sangat perlu secara terus menerus mengembangkan nilai imajinasi kreatifitas persatuan dan kebersamaan sebagai satu Negara yang dibentuk dari keberagaman. Sebuah refleksi.
Bisa saya cuplik peristiwa 1 Juni 1945. Dihadapan sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai atauBadan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI) yang diselenggarakan di gedung Tyuuo Sang-In (sekarang Departemen luar Negeri). Sukarno menjelaskan pokok-pokok pikiran tentang dasar-dasar Negara yang digagasnya- yang kemudian kita kenal dengan Pancasila – antara lain mengatakan bahwa rumusan falsafah tersebut sesungguhnya telah lama hidup dan menyejarah di dalam kandungan kehidupan social bangsa Indonesia. Dengan kesederhanaan dan intelektualitasnya dalam berbagai kesempatan, Sukarno mengatakan bahwa proses penyusunan dasar Negara yang ia tawarkan, adalah sebagai sebuah kerja pencarian. Yakni menggali dan atau upaya yang tiada henti dan lelah untuk terus memaknai ulang apa yang ada di dalam suasana batin rakyat. Sebuah renungan.v
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H