Saya mempelajari banyak hal dari proses pengabdian saya pada lembaga pendidikan saat ini. Kehadiran saya bersama murid merupakan suatu proses belajar: mengenal, memahami, mempelajari. Pada awal pertemuan bersama murid, saya merasa bahagia. Karena kehadiran mereka adalah kesempatan bagi saya untuk berkolaborasi belajar. Dalam praktik pengajaran, saya mulai mengenal kemampuan murid satu per satu. Hari demi hari, saya semakin membersamai serta mengenal kelemahan dan kelebihan setiap murid.
Dalam perjalanan waktu, saya merasa kurang dari apa yang saya lakukan dalam proses pembelajaran. Saya memiliki pengalaman dalam proses belajar murid, yaitu kedua murid saya kurang aktif, bahkan lambat dalam menanggapi atau memahami materi yang disaijkan. Saya merasa kurang nyaman dengan pengalaman tersebut. Saya berkata kepada diri saya: saya harus bisa membimbing mereka agar mereka aktif dalam belajar.
Proses pengenalan saya terhadap mereka memberikan pengaruh sangat mendalam terhadap pengalaman saya dalam membersamai proses belajar. Saya melihat hal yang dialami tersebut merupakan suatu tantangan dan suatu kesempatan belajar memahami apa yang dialami oleh murid.Â
Oleh karena itu, saya memiliki prinsip bahwa menjadi guru bukanlah menuntun kepandaian semata, tetapi empati. Empati merupakan suatu sikap yang saya miliki dalam mewujudkan tujuan proses pembelajaran yang harus dicapai oleh murid. Â
Sikap empati membantu saya untuk tidak memihak salah satu murid; Â tetapi sikap empati merupakan suatu bentuk saya memposisiskan diri guru sebagai apa yang dialami oleh murid. Ia terlibat utuh dalam pengalaman tersebut. Â Inilah proses belajar memaknai tantangan sebagai kesempatan belajar saya membersamai murid. Murid adalah guru. Kehadiran murid memberikan pengajaran bagi guru penuh makna. Proses pemaknaan tersebut dapat dirasakan dalam khazanah empati.
Dari sekian murid yang saya ajar, ada dua murid yang memiliki kelemahan dalam berpikir di pelajaran agama Katolik dan pelajaran Sosiologi.  Kedua murid tersebut, yaitu Anton (nama samara) murid SMP dan Rinto (nama samara) murid SMA. Saya mengetahui kelemahan murid tersebut ketika saya memberikan pertanyaan secara terbuka disaat proses pembelajaran dalam kurun waktu tiga bulan. Dalam kurun waktu tiga bulan, saya melakukan pengamatan serta mencari alat ukur untuk menguji kemampuan menganalisis suatau masalah tertentu. Jika saya mengajukan pertanyaan, mereka  seringkali berkata kepada saya, pertanyaannya saya kurang mengerti pak! Mereka sangat lamban dalam mengungkapkan gagasannya.
Dari masalah tersebut kegiatan belajar kurang aktif, materi susah diterima oleh kedua murid, nilai ujian mereka menurun. Saya mengukur kemampuan mereka tidak hanya melalui pertanyaan tetapi melalui kuis atau ujian sumatif. Dari hasil kuis dan ujian sumatif, hasilnya sangat rendah. Alangkah sedih, saya melihat hasil jawaban dari kedua murid tersebut.
Jangan berhenti untuk belajar. Setiap murid adalah hadiah bagi guru untuk mengarungi proses belajarnya. Belajar adalah suatu usaha menguatkan kapasitas diri: daya pengetahuan, daya kematangan emosi, daya kematangan komunikasi yang bertujuan untuk dapat memberdayakan murid secara holistik.
Dalam meyikapi masalah yang dihadapi murid, saya melakukan coaching terhadap murid. Saya melakukan coaching bertujuan untuk menggali kesadaran murid, misalnya mengenal cara belajarnya, kebiasaan belajar, pola hidup yang mempengaruhi daya kognitifnya, dll. Â
Suatu hal yang diungkapkan murid merupakan sebuah potensi diri yang perlu diketahui dan diasah terus-menerus agar guru dapat melakukan proses pengajaran sesuai dengan apa yang dibutuhkan murid. Ketika saya telah memiliki data tersebut saya dapat melakukan sebuah percobaan untuk melatih murid dalam melakukan praktik proses berpikir secara sederhana. Media pembelajaran yang saya gunakan adalah design thinking. Design thinking merupakan salah salah satu media ekspreimen saya dalam menguji perkembangan murid dalam menganalisis sebuah masalah di pelajaran sosiologi dan agama Katolik.
Dalam proses mempraktek pola belajar design thinking saya menyajikan beberapa hal untuk memulai proses melatih murid berpikir. Pertama, murid mencari sebuah masalah. Kedua, murid melakukan kegiatan sebagai berikut: pertama, murid menerapkan proses berpikir 5 W1H (Who, What, When, Where, Why). Kedua, Know what learned. Murid diajak untuk memahami: saya mengetahui, saya ingin tahu, saya mempelajari. Ketiga, cause, effect, implication.Â