***
Jakarta dan banjir adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Januari-Februari 2007, di ibukota Negara kita ini terjadi banjir terburuk selama periode 5 tahun terakhir. Diperkirakan 40-75 % wilayah Jakarta tergenang air. Beberapa korban terseret banjir dan tenggelam dilaporkan tewas.
Kompas edisi 19 Februari 2010 melaporkan kembali terjadi banjir yang menggenangi sejumlah wilayah Jakarta antara lain pemukiman di Kalibata, Bidara Cina, Bukit Duri, sebagian Rawajati, Pengadengan, Kebonbaru, Kampung Melayu, Jatipinggir dan Petamburan.
Bahkan, pada Tahun 2030, WALHI memperkirakan Jakarta akan terendam air permanen. Banjir pasang air laut (rob) serta banjir akibat hujan yang terus meluas di wilayah ibu kota diperkirakan menjadi faktor tenggelamnya ibukota. Di tambah lagi, Jakarta yang sering menerima banjir kiriman dari Bogor dan daerah sekitar Jakarta yang lebih tinggi.
Kenaikan permukaan air laut merupakan salah satu dampak perubahan iklim. Secara umum, perubahan iklim dipahami sebagai perubahan unsur-unsur dalam sistim iklim yang terjadi dalam jangka waktu panjang yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (CO2, CFC, 03, N2O, CH4). Para ahli sepakat bahwa naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer adalah akibat pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi (alih fungsi lahan) selain letusan gunung berapi yang akhir-akhir ini banyak terjadi di berbagai belahan dunia.
Peningkatan emisi gas rumah kaca tidak hanya menyebabkan naiknya permukaan laut. Salah satu dampak yang secara langsung kita rasakan saat ini adalah naiknya temperatur bumi. Berdasarkan laporan ADB (2009), suhu udara rata-rata di Jakarta meningkat sekitar 1,040C per abad pada musim hujan (januari) dan 1,400C per abad pada musim panas (juli). Jadi, bersiap-siaplah mengalami temperatur yang lebih panas di bulan juli nanti.
Badan pengendali dampak lingkungan Amerika EPA (2009) dan Global Humanitarian Forum (2009)lebih lanjut menguraikan bahwa dampak perubahan iklim menyebabkan beberapa dampak lanjutan bagi manusia, antara lain:
1)Dampak pada kesehatan – terjadi kematian akibat panas, penyebaran penyakit infeksi dan penyakit saluran pernafasan
2)Lebih banyak orang yang akan menderita kelaparan akibat menurunnya produksi pertanian, peternakan dan perikanan. Naiknya temperature diamati dapat menurunkan hasil pertanian akibat stress pana, meningkatnya kematian tenak peliharaan dan meningkatnya hama dan penyakit tanaman
3)Kelangkaan air bersih akibat berkurangnya suplai dan semakin parahnya banjir.
***
Apa yang bisa kita lakukan?
Tahukah anda bahwa 1 liter bensin yang digunakan akan mengemisi CO2 sebanyak 3 kg? Semakin banyak karbon yang kita lepas berarti semakin banyak kontribusi kita terhadap pemanasan global. Untuk itu, hal sederhana yang dapat kita lakukan adalah meminimumkan penggunaan energi. Untuk perjalanan yang relatif dekat, bisa dengan jalan kaki atau naik sepeda. Memaksimumkan penumpang dalam mobil pribadi akan jauh menghemat penggunaan energi dari pada lebih banyak mobil pribadi dijalanan yang minim penumpang.
Penggunaan pendingin udara (AC) atau kulkas, usahakan untuk membeli produk yang akrab lingkungan atau nonCFC. AC dengan daya 600W yang menyala 8 jam sehari misalnya akan menghasilkan emisi CO2 1368 kg/tahun. Karena itu bejaksanalah dalam menggunakan alat-alat elektronik di rumah sehingga di satu sisi kita meresahkan dampak perubahan iklim namun di sisi lain ternyata kita turun menyumbang perubahan iklim itu sendiri.
Disarikan dari buku “Mengasihi Lingkungan, Haskarlianus Pasang” dan beberapa sumber lainnya.
(Jose Hasibuan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H