Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Siswa Merokok di Antrian Wahana Dufan, Mendesaknya Pendidikan Karakter

22 Juni 2011   13:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_115648" align="aligncenter" width="545" caption="Rombongan Tur Sekolah Memadati Dufan (Dok Pribadi)"][/caption] Masa liburan sekolah yang sudah dimulai sepekan ini, menjadi kesempatan bagi sejumlah siswa untuk menikmati wisata bersama. Salah satu pilihan wisata bersama yang marak belakangan ini adalah rombongan tur sekolah. Beberapa sekolah memang punya program tur bersama yang rutin dilaksanakan setiap tahun ajaran. Dunia Fantasi (Dufan) Ancol merupakan salah satu alternatif tur yang dipilih banyak sekolah. Itulah yang saya rasakan selasa (21/6/2011) lalu, ketika mengajak adik dan sepupu menikmati wisata disana. Sejumlah remaja dari berbagai sekolah menyesaki tempat wisata yang memang memanjakan usia remaja dengan sejumlah wahana yang menguji adrenalin. [caption id="attachment_115654" align="aligncenter" width="609" caption="Rombongan siswa dengan seragam t-shirt khusus (Dok Pribadi)"][/caption] Panitia rombongan tur sekolah yang berwisata saat itu, menyeragamkan siswanya dengan atribut yang sama. Rombongan siswa dari beberapa sekolah terlihat mengenakan t-shirt khusus liburan dengan corak unik. Beberapa rombongan lainnya mengenakan topi seragam dengan identitas sekolahnya. Meraka tidak hanya datang dari wilayah Jakarta dan sekitarnya, satu rombongan yang saya lihat bahkan berasal dari salah satu SMA di Kudus, Jawa Tengah. Jadilah hari itu Dufan disesaki remaja-remaja usia SMP dan SMA. Tidak seperti biasanya, untuk menikmati wahana halilintar misalnya, saya harus turut serta mengantri sampai 1 jam ditengah rombongan siswa dari berbagai sekolah. [caption id="attachment_115650" align="aligncenter" width="552" caption="Antrian Panjang di Wahana Halilintar (Dok Pribadi)"][/caption] Namun, bukan semata itu yang membuat saya menulis postingan ini. Berada di antara sejumlah remaja yang bukan siswa saya sendiri dalam antrian itu, membuat saya semakin melihat realita remaja saat ini. Selama 1 jam dalam antrian, saya semakin menyadari mendesaknya pendidikan karakter bagi anak-anak usia sekolah. Paling tidak ada 3 penampakan yang mendesak perlunya pendidikan karakter difokuskan. Pertama, hilangnya sikap santun di tengah keramaian. Sepanjang antrian itu, beberapa kelompok siswa bercanda dengan saling memukul kepala sambil mengumpat dan tertawa sesukanya. Tidak sedikitpun mereka segan dengan keberadaan orang-orang yang jauh lebih dewasa di sekitar mereka. Mereka tidak menempatkan diri dengan benar ketika berada di tempat umum, tidak mau peduli apakah sikap mereka telah mengganggu kenyamanan orang lain. Kedua, tidak tertib mengantri. Selama 1 jam dalam antrian, saya menyaksikan beberapa siswa memotong antrian. Beberapa dari mereka, meskipun tidak memotong antrian terlihat mengguman dan mengumpat. Terlihat kalau budaya tertib tidak terbiasa mereka lakukan. Segala sesuatu mau yang cepat tapi tidak peduli apakah cara memperolehnya dilakukan dengan benar. Ketiga, meskipun tulisan “area bebas asap rokok” terpampang di depan, tidak sedikit dari mereka yang seenaknya menghisap rokok dan mengepulkan asapnyanya di tengah antrian. Beberapa wanita dewasa yang merasa terganggu dengan menunjukkan ekspresi tubuhpun tidak membuat mereka sadar lalu berhenti merokok. Antrian yang sesak itu pun makin sesak dengan kepulan asap rokok siswa-siswa itu dari ujung hingga ujung antrian. Peran masyarakat dalam pendidikan karakter remaja Menerapkan pendidikan karakter hanya dalam lingkungan sekolah dan rumah saja agak sulit terlihat hasilnya. Masyarakat seharusnya terlibat aktif karena lingkungan di luar sekolah dan rumah merupakan lingkungan penampakan karakter keseharian siswa. Di sekolah dan rumah, siswa cenderung tidak menampakkan sikap negatifnya. Fungsi kontrol, meskipun tidak sempurna, paling tidak telah dilakukan oleh guru dengan menasehati siswa yang berlaku buruk di sekolah, demikian juga orang tua di rumah. Di tempat umum, apalagi di tempat wisata, kebanyakan orang dewasa acuh tak acuh ketika melihat remaja menunjukkan sikap tak baik. Dengan demikian, secara tidak langsung, kita menyetujui apa yang mereka lakukan. Banyak orang yang terganggu dengan kepulan asap rokok mereka di tengah keramaian, tetapi hanya sedikit yang mau menegur dan menasehati. Meskipun akan ada respon tak baik dari mereka, tapi dengan menegur dan menasehati, kita sedang menunjukkan bahwa kita tidak senang dengan prilaku buruk yang mereka tunjukkan. Jika ini secara serempak dilakukan masyarakat dimanapun berada, minimal kita telah turut menjalankan fungsi kontrol bagi pendidikan karakter yang mulai diterapkan di sekolah dan rumah. Jadi, mulailah untuk sedikit peduli dengan rusaknya karakter remaja kita, jangan hanya mengeluh. Tegurlah anak-anak remaja yang kita lihat berlaku buruk di lingkungan masyarakat. Menegur berarti sedang mendidik mereka supaya lebih baik. (Jose Hasibuan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun