“Tok tok tok …”, terdengar suara ketukan pintu memecah keheningan malam itu. Terlihat seorang ibu tua renta, berdiri di depan sebuah toko roti berharap pintu toko itu akan dibuka oleh pemiliknya.
Tak lama kemudian, “Ngapain malam-malam begini menggangu istirahat orang? Toko ini sudah tutup, tidak ada lagi roti yang mau dijual”, terdengar suara bentakan seseorang dari celah pintu yang sedikit dibuka.
“Maafkan saya sudah mengganggu istirahat tuan, saya hanya ingin meminta sisa roti yang tidak terjual. Anak-anak saya sejak pagi belum makan apapun. Mereka sedang menunggu makanan yang akan saya bawa malam ini”, demikian ibu Teresa menanggapi pertanyaan si pemilik toko yang merasa terganggu dengan ketukan pintu tokonya.
“Tidak ada yang gratis didunia ini!”, sahut si pemilik toko dengan keras sambil membanting pintu toko nya, “brak”.
***
“Tok tok tok …”, ibu Teresa kembali mengetuk pintu toko itu untuk kedua kalinya. Kali ini dengan tanpa sepatah katapun, si pemilik toko meludahi ibu Teresa tepat dimukanya. Lalu, “brak”, terdengar pintu kembali dibanting dengan keras.
***
“Tok tok tok …”, ibu Teresa kembali mengetuk pintu toko itu untuk ketiga kalinya. Namun kali ini, si pemiliki toko membuka lebar-lebar pintu tokonya.
“Maafkan saya sudah mengganggu tuan”, demikian ibu Teresa memulai pembicaraan kali itu. “Anak-anak yang saya asuh belum makan apapun dari pagi hingga tengah malam ini. Saya hanya ingin meminta sedikit sisa roti yang tidak terjual hari ini”, tambahnya.
Entah apa yang terjadi dengan si pemilik toko. Wajahnya yang penuh amarah berubah menjadi sangat lembut. Ia seperti melihat wajah malaikat pada si ibu tua dan menunjukkan rasa belas kasihan kepadanya. “Maafkan saya bu, saya sudah berkata kasar dengan ibu. Bahkan saya sudah meludahi wajah ibu”, sahut si pemilik toko. “Saya akan memberikan apa yang ibu minta. Bahkan Roti baru untuk dijual besok pun akan saya berikan. Silahkan datang kembali kalau masih kurang. Besok saya akan meminta teman-teman pemilik toko roti yang lain untuk menyiapkan roti yang akan diberikan kepada ibu dan anak-anak jika ibu datang mengetuk pintu toko”, demikianlah si pemilik toko menutup pembicaraan sambil menyiapkan roti yang akan dibawa pulang oleh ibu Teresa.
---
[caption id="attachment_111205" align="aligncenter" width="550" caption="Ada banyak mereka yang terinjak-injak, yang membutuhkan sedikit uluran tangan"][/caption]
Jangankan bersedia sampai diludahi, mendapatkan tanggapan tidak menyenangkan ketika akan menolong orang lain saja mungkin kita sudah mundur. Keinginan untuk monolong tersingkirkan segera ketika mendapatkan hinaan, makian atau hal-hal yang telah menyinggung area kehormatan kita.
Namun tidak bagi ibu Teresa. Keinginannya adalah mendapatkan makanan bagi anak-anak miskin yang diasuhnya. Ludahan sekalipun tidak membuatnya berhenti karena tujuannya yang mulia belum tercapai. Jika ia mengikuti sakit hatinya, harga dirinya mungkin tidak sampai terinjak-injak, tapi anak-anak yang diasuhnya tetap akan kelaparan.
Terkadang untuk menolong seseorang kita tidak harus melakukan hal besar. Mungkin hanya cukup dengan mengetuk pintu. Namun itu sangat besar artinya bagi mereka yang memerlukan pertolongan kita.
Harga diri sering menjadi kendala keinginan kita untuk menolong sesama. Namun dengan rela mengorbankan sedikit harga diri kita, akan menaikkan harga diri banyak orang-orang yang terinjak-injak.
Bersediakah kita sampai diludahi demi menolong sesama?
(Jose Hasibuan)
*) Ilustrasi dari google
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H