"Selain memperlengkapi diri dengan sejumlah keterampilan baru, ada hal-hal yang harusnya sangat esensial dilakukan oleh guru memasuki era new normal sekolah nanti."
Dalam sepekan ke depan, tepatnya mulai Senin (13/07/2020), sekolah akan kembali dibuka untuk memulai tahun pelajaran baru 2020/2021. Meskipun sebagian besar sekolah masih belum diperbolehkan untuk menyelenggarakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di kelas, guru harus mempersiapkan diri untuk proses pembelajaran yang tetap dilaksanakan secara online.
Saya pun sedang mempersiapkan diri saat ini untuk memasuki tahun ajaran baru yang sudah di depan mata. Saat ini saya sedang mengikuti diklat online guna mempelajari lebih banyak media dan sarana sebagai alat tempur di pembelajaran online nanti.
Bersyukur jika libur tahun ajaran baru ini justru memaksa saya dan keluarga tidak liburan keluar kota, tetapi seharian di rumah dan bisa fokus untuk mempersiapkan diri memasuki era baru pendidikan, era sekolah normal baru. Selama liburan ini, saya banyak memperlengkapi diri dengan keterampilan baru terkait penguasaan teknologi informasi (IT).
Mendalami kembali berbagai media untuk video conference atau meeting seperti zoom, webex, skype, google meet dan hangout yang akan saya gunakan bersama siswa. Juga mempersiapkan kelas maya dalam rangka memindahkan proses pembelajaran di kelas ke dalam jaringan secara virtual.
Namun, selain memperlengkapi diri dengan sejumlah keterampilan baru, ada hal-hal yang harusnya sangat esensial dilakukan oleh guru memasuki era new normal sekolah nanti. Selain harus terampil menggunakan IT, sebagai guru harusnya kita tahu benar apa yang menjadi tugas utama kita nantinya.
Saya pikir, harusnya sebagai guru kita lebih fokus pada 3 tugas utama guru memasuki new normal sekolah nanti. Ketiga tugas ini terkait pemikiran tentang Apa, Siapa dan Bagaimana kita melayani siswa dalam proses pembelajaran ke depan.
#1 Apa; Isi/Konten
Ketika memikirkan soal "Apa", sebenarnya tugas utama guru adalah memikirkan terkait isi dan konten pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Harus diakui, bahwa kondisi yang akan dihadapi adalah kondisi yang belum ideal sebagaimana kondisi-kondisi yang ada sebelum pandemi covid-19.
Penyajian Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara online tentu masih menyisakan segudang PR untuk dipecahkan bersama oleh seluruh stake holder yang terkait di bidang Pendidikan.
PJJ yang mengandalkan pada IT tentu harus didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Jika tidak, desain kelas maya yang telah dirancang oleh guru sedemikian apik, hanya akan berakhir pada capaian yang kurang optimal.
Dalam hal ini, guru dan sekolah perlu dengan serius melakukan review terhadap target pencapaian kurikulum. Desain kurikulum yang ada saat ini adalah rancangan untuk kondisi ideal pra pandemi covid-19. Sehingga akan sangat sulit dicapai jika tidak dilakukan penyesuaian terlebih dulu.
Guru dan sekolah harus bisa menetapkan prioritas pembelajaran yang hendak dicapai. Terutama bagaimana penekanan terhadap pengalaman belajar yang dapat dicapai oleh siswa sebagai peserta didik.
Saya berpikir, guru dan sekolah harus sedikit legowo menurunkan target-target pencapaian kurikulum, dan mulai memfokuskan pada hal-hal esensial termasuk terkait pengembangan kecakapan hidup dan soft skill.
#2 Siapa; Profil belajar, kondisi, dan kebutuhan saat ini
Ketika memikirkan terkait "Siapa", tugas guru adalah mendalami kembali profil dari peserta didik yang akan dilayani. Guru perlu spesifik dan jelas memahami kondisi dan kebutuhan masing-masing peserta didik.
Sebagai guru kita perlu detail mengetahui kondisi siswa satu per satu. Kita perlu memetakan siswa mana yang memiliki kemandirian dalam belajar secara online, dan mana yang masih perlu dibimbing secara intensif. Untuk hal ini, memang diperlukan effort yang jauh lebih besar dari biasanya.
Sebagai guru kita juga perlu memahami, siswa mana yang cukup nyaman belajar menggunakan teknologi, dan siswa mana yang sangat sulit berkonsentrasi.
Dalam hal ini, kita perlu melibatkan siswa lain yang lebih mandiri dan dengan adaptasi yang cepat, menjadi peer teaching bagi temannya yang butuh bantuan lebih.
Tugas guru juga termasuk mengenali kondisi lingkungan rumah masing-masing siswa, termasuk dukungan keluarga terkait kemudahan dalam mengakses teknologi. Siswa-siswa yang kesulitan dalam hal ini perlu didiskusikan di tingkat sekolah agar ada jalan keluar supaya hak-hak anak yang bersangkutan untuk tetap mendapatkan pendidikan yang baik dapat terpenuhi.
#3 Bagaimana; desain dan implikasi pembelajaran
Setelah menuntaskan pemikiran soal "Apa" dan "Siapa", barulah sebagai guru kita memikirkan secara mendalam terkait desain dan bagaimana implementasi pembelajaran yang akan diterapkan.
Sebagai guru kita harus benar-benar menyadari bahwa zaman telah jauh berubah. Kita tidak bisa lagi menggunakan cara-cara dan pendekatan lama untuk mengajar sebagaimana yang kita lakukan selama ini pra pandemi covid-19.
Kita tidak lagi datang dengan mengajar ke kelas, cukup membawa buku dan alat tulis. Kita harus menghadapi kelas virtual dimana kita tidak berhadapan face to face dengan siswa secara langsung dalam satu dimensi ruang.
Dengan kesadaran yang demikian, harusnya kita juga disadarkan bahwa peran kita sebagai pendidik pun telah berubah. Kita tidak lagi bisa mengajar sebagai seorang guru yang hanya mentransfer pengetahuan layaknya memindahkan air dari teko ke gelas.
Karena untuk hal itu, mbah google jauh lebih pintar dan mampu dari kita. Siswa bisa bertanya apa saja, dan mbah google dapat menjawabnya dengan hitungan seper sekian detik.
Peran strategis yang harus kita ambil adalah menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, berpikir kolaboratif serta kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan dalam diri siswa. Keempat hal inilah yang sangat dibutuhkan oleh siswa saat ini ketimbang menjejalnya dengan sejumlah pengetahuan yang bersifat hafalan semata.
Sebagai guru, tugas kita adalah mendesain dan mengembangkan bahan dan media pembelajaran yang dapat mengakomodir pencapaian empat kecakapan di era digital tersebut, yang sering disebut kecakapan abad 21.
Guru perlu memilih Learning Management System (LMS) yang tepat sebagai sarana menghadirkan kelas virtual terbaik. Berbagai pilihan dapat diambil mulai dari yang paling sederhana seperti Google Classroom, hingga yang lebih kompleks seperti Edmodo, Schoology, Microsoft Teams, Rumah Belajar, dan lain sebagainya.
Untuk dapat memaksimalkan berbagai LMS yang tersedia tersebut, tentu saja guru harus cakap dan terampil menggunakan setiap detail fitur-fitur yang tersedia. Dan akhirnya dengan berbagai pertimbangan dapat memutuskan menggunakan LMS yang paling mendekati pada tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Terkait dengan keberagaman profil siswa yang akan dihadapi, guru perlu menyusun skenario cadangan atau skenario alternatif jika skenario utama dirasa sulit untuk dilakukan. Atau, dapat pula menerapkan skenario berbeda untuk kelompok anak dengan kondisi dan kebutuhan yang berbeda. Itulah pentingnya mengetahui detail kondisi siswa seperti yang dijelaskan di atas tadi.
Termasuk juga soal mengembangkan metode penilaian yang paling tepat untuk dilakukan. Saat pelaksanaan penilaian akhir semester lalu tentu saja ada beberapa evaluasi terkait metode penilaian yang telah kita lakukan.
Saatnya kembali mencari literatur dan sumber-sumber bacaan baru, sebagai alternatif metode penilaian yang dirasa lebih tepat untuk dilakukan pada saat tahun pelajaran baru nanti.
Ketika merenungkan ini, tugas kita sebagai guru memang jauh akan lebih sulit untuk dilakukan. Dan butuh effort besar jika ingin melayani siswa dengan sebaik-baiknya.
Namun disinilah letak panggilan kita sebagai guru sesungguhnya sedang diuji. Apakah benar-benar mencintai dunia pendidikan ini dengan sungguh-sungguh dan itu terlihat dari kesediaan kita memberikan effort yang jauh lebih besar dari biasanya. Atau ternyata kita pasrah dan membiarkan waktu yang akan menjawabnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H