Mohon tunggu...
Jose Hasibuan
Jose Hasibuan Mohon Tunggu... Guru - Seorang abdi bangsa

Tertarik pada dunia pendidikan, matematika finansial, life style, kehidupan sosial dan budaya. Sesekali menyoroti soal pemerintahan. Penikmat kuliner dan jalan-jalan. Senang nonton badminton dan bola voli.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengingat Tuhan yang Omniscience, Omnipresent dan Omnipotent

24 Mei 2020   07:00 Diperbarui: 24 Mei 2020   12:14 8003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita ..."

"Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."

[Roma 8 : 18, 38-39]

Dari data yang dihimpun Worldometers, telah tercatat sebanyak 5.217.282 kasus dari 215 negara yang terdampak pandemi Covid-19.  Sebanyak 2.096.632 orang dinyatakan sembuh dan 335.053 orang telah meninggal dunia.

Di Indonesia sendiri, hingga pukul 12.00 WIB tanggal 23 Mei 2020, dilaporkan sebanyak 21.745 orang dinyatakan positif Covid-19, dengan jumlah pasien sembuh sebanyak 5.249 orang dan sebanyak 1.352 orang meninggal akibat virus ini.

Di tengah kondisi yang memprihatinkan ini, saya coba merenung dan mencari jawaban atas pertanyaan : "mengapa Tuhan masih terus mengizinkan Pandemi Covid-19 terjadi?".

Di saat semua orang mengisolasi diri di rumah dan menutup diri untuk bertemu orang-orang, terkadang saya bertanya, dimanakah Tuhan? Di saat semua orang berdoa agar pandemi ini segera berakhir, kemanakah Tuhan? Apakah Tuhan juga ikut mengisolasi diri sehingga Ia tidak bersedia untuk kita temui dan menjawab doa-doa kita?

Di awal penyebaran virus ini, muncul pandangan-pandangan yang mengaitkan bahwa virus ini adalah hukuman dari Tuhan atas dosa manusia. Manusia dinilai terlalu pongah dengan memakan hewan-hewan yang seharusnya bukan menjadi konsumsi manusia. Virus yang selama ini ada di tubuh hewan, akhirnya masuk ke tubuh manusia karena kerakusan dan kelalaian manusia.

Terlepas dari semua pandangan yang muncul tersebut, justru saya tertarik mencari jawaban atas pertanyaan : mengapa Tuhan mengizinkan Pandemi Covid-19 masih terjadi?

Saya percaya bahwa Tuhan Omniscience, tidak sesuatu pun yang terjadi di dunia ini tanpa sepengetahuan Tuhan. Saya yakin bahwa Tuhan Omnipresent, Tuhan tidak sedang bersembunyi dan lari dari kondisi yang sulit saat ini, ia selalu hadir bersama kita. Saya mengimani bahwa Ia juga Omnipotent, bukan tidak mungkin Dia melenyapkan virus corona yang mewabah dan menghentikan Pandemi ini saat ini juga.

Tetapi jika sekarang seluruh dunia masih kesulitan menangani Pandemi ini, saya terus merenungkan apa maksud Tuhan atas semua ini?

Pertama, saya merenungkan, Covid-19 mengingatkan kita bahwa sesungguhnya manusia rapuh di hadapan Allah.

Di saat dunia kedokteran berkembang dengan begitu pesat, teknologi menguasi kehidupan manusia, manusia kelihatannya telah mampu mengelola bumi menjadi tempat yang nyaman dan baik adanya, kehidupan manusia mulai stabil, jarang terdengar ada kelaparan, dan sebagainya, tetapi justru kita disadarkan bahwa manusia adalah ciptaan yang lemah dan sesungguhnya tak berdaya.

Saat ini, orang-orang mulai mengkhawatirkan kondisi kesehatannya, baik fisik maupun psikis. Banyak orang mulai kuatir terhadap keluarga dan kerabatnya, khususnya kaum usia lanjut dan mereka yang lemah. Kita mulai gelisah memikirkan persediaan makanan, kuatir soal pekerjaan dan ekonomi keluarga, serta berbagai hal lainnya.

Merenungkan ini, saya dibawa pada pengakuan atas kerapuhan dan kelemahan saya sebagai manusia di hadapan Allah yang berkuasa. Pengakuan ini juga menyadarkan saya, hanya kepada Tuhan sajalah saya seharusnya menyandarkan hidup.

Saat ini, kita tidak dapat bersandar pada uang dan jabatan. Keduanya tidak dapat menjamin kita tetap sehat dan terhindar dari virus ini. Sebanyak apapun uang yang kita miliki, dan setinggi apapun jabatan kita saat ini tak menjamin kita bebas dan tak tertular.

Virus ini mengingatkan kita, agar tetap bersandar penuh pada Tuhan. Jangan hanya dalam kesulitan seperti ini kita datang dan berserah kepada-Nya, kita harus bersandar penuh pada Tuhan di semua keadaan, di saat senang maupun susah.

Kedua, virus corona mengingatkan kita tentang kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus. Roma pasal 8 yang kita baca di atas, bukanlah kata-kata seorang filsuf dari tempat duduk di ruang belajarnya, tetapi dari seorang manusia yang sudah melihat dan mengalami manis dan pahitnya kehidupan. Seseorang yang ditulis di Alkitab sering kali mengalami tantangan hidup yang besar, dialah Paulus.

Paulus mengalami banyak penderitaan dalam hidupnya. Ia kerap mengalami ketidakadilan lewat pemukulan dan pemenjaraan. Dia pernah mengalami sakit hingga dibiarkan merasakan setengah mati. Di sepanjang perjalanan hidupnya, ia sering mengalami kekurangan dan kesulitan. Bahkan Ia mengalami yang disebut 'duri dalam daging'.

Namun, ketika Paulus membandingkan penderitaan yang dialaminya dengan penderitaan Kristus di kayu salib, ia sampai pada kesimpulan bahwa penderitaan yang dialaminya tidak sebanding dengan penderitaan Kristus demi menebus dosa manusia.

Bahkan, dengan yakin Paulus berkata bahwa semua penderitaan yang dialaminya, tidak akan dapat memisahkannya dari kasih Allah. Ia sekalipun tak pernah menyalahkan Tuhan atas semua yang dialaminya. Bagi Paulus, mengasihi dan tetap percaya kepada Allah adalah yang utama, di atas semua rasa sakit dan kesulitan yang dialaminya.

Penderitaan apa yang kita alami saat ini? Mungkin saat ini kita sedang merasakan sakit tubuh akibat virus covid-19. Virus yang menginfeksi tubuh, membuat kita mengeluh sakit hingga merasa lemah tak berdaya. Tak sedikit orang yang harus terbaring di atas ranjang rumah sakit selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

Mungkin kita tidak sedang sakit, tetapi virus ini telah membuat kita kehilangan orang yang sangat kita kasihi. Kematian tak terduga yang dialami salah satu keluarga atau kerabat, telah menimbulkan kekecewaan dan rasa duka yang mendalam.

Mungkin virus ini tidak berdampak bagi kesehatan kita, tetapi masa pandemi ini telah menyebabkan PHK dan merampas pekerjaan yang menjadi sumber penghidupan kita. Atau jika tidak sampai mengalami kehilangan pekerjaan, pendapatan kita semakin berkurang akibat regulasi yang ditetapkan oleh perusahaan.

Atau, mungkin kita bukan orang yang terdampak langsung atas Covid-19 ini. Tetapi mungkin saja ada pergumulan hidup pribadi dan keluarga yang bertahun-tahun kita doakan tetapi sepertinya Tuhan tidak kunjung menjawabnya. Entahkah itu pergumulan kesehatan yang menahun dan tak kunjung sembuh, atau pergumulan anak-anak yang menjadi beban dan membuat tawar hati.

Teladan Paulus ini, mengingatkan agar kita tidak terus berfokus pada diri kita dan setiap kesulitan yang kita alami. Berfokus pada diri sendiri, akan membuat kita melupakan Tuhan yang sudah mengasihi kita dengan sempurna.

Secara pribadi, saya kembali diingatkan, sesungguhnya saya adalah orang yang terus berutang pada kasih Tuhan itu. Masa pandemi Covid-19 ini sebenarnya adalah kesempatan besar bagi saya untuk membagikan kasih Tuhan yang telah saya terima kepada banyak orang.

Ada banyak orang di sekitar kita yang mungkin saja saat ini mengalami kesulitan dan penderitaan karena Covid-19. Ini mungkin cara Tuhan supaya kita belajar memberi dan melayani orang lain. Jangan sampai pandemi ini berakhir, tetapi kita melewatkan kesempatan untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Selamat hari minggu. Tetaplah mengingat dan beriman kepada Tuhan yang Omniscience, Omnipresent dan Omnipotent. 

Tuhan memberkati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun