"Kabar baiknya adalah Anda akan selalu terhubung dengan kantor Anda. Kabar buruknya adalah Anda akan selalu terhubung dengan kantor Anda" - The Wall Street Journal.
Membaca kutipan di atas, saya senang sekaligus cemas. Senang karena aksessibilitas jadi sangat mudah, cemas karena privasi seolah akan menjadi barang langka.
Saat ini, dunia teknologi komunikasi telah berkembang sangat pesat. Telepon yang dulunya berdimensi besar, statis dan terhubung kabel, kini telah berinkarnasi menjadi telepon genggam atau yang kita sebut handphone. Cobalah tunjukkan pada anak-anak milenial zaman now, mungkin mereka akan tersenyum melihat penampakan pesawat telepon yang kita gunakan dulu.
Sekarang, perangkat telepon merupakan perangkat multi fungsi. Tidak hanya tok untuk keperluan berbicara jarak jaruh, kini telepon telah menjelma menjadi telepon pintar alias smartphone.
Dikatakan pintar karena memang dapat melakukan apa saja. Dengan dukungan kemudahan akses internet, dan bantuan berbagai aplikasi yang terinstall, semua jadi mudah hanya dengan menyentuhkan jari pada layar smartphone. Â Apalagi di masa pandemi saat ini, dunia digital telah memungkinkan banyak orang bisa bekerja dari rumah saja.
Namun demikian, kemajuan teknologi komunikasi sesungguhnya bak dua sisi mata uang. Di satu sisi, kita mendapat banyak kemudahan dari padanya, namun sebenarnya ada hal yang telah dirampas dari kita.
Albert Einstein pernah berkata : "Alasan kita berada di bumi ini adalah untuk menjalankan hidup yang saling berbagi dengan orang lain", dan itu menjadi sangat mungkin dengan adanya handphone saat ini. Namun, saya pikir Einstein tidak akan pernah mengira, di era digital saat ini teknologi komunikasi telah merampas privasi kita.
Dengan handphone yang selalu menyala, privasi kita tak lagi punya pintu. Kapan pun dan dari manapun, seseorang bisa masuk dan terkoneksi dengan kita.
Parahnya, saat hal-hal paling privasi sedang dilakukan, telepon tak sungkan-sungkan berdering dan membuyarkan segalanya.
Beberapa waktu lalu, muncul istilah "Beepilepsy" untuk menggambarkan bagaimana handphone ibarat penyakit ayan yang menimbulkan kejang-kejang bagi penggunanya.