Pemilu 2014 tinggal 5 bulan lagi. Waktu sudah sangat sempit dan sedikit bagi semua pihak yang berkepentingan. Bagi KPU, masa persiapan sudah diujung. Bagi Parpol peserta pemilu, proses sosialisasi sudah masuk tahapan eksekusi sttategi. Pertarungan sudah dimulai.
Bendera perang telah dikibarkan. Genderang mulai ditabuh. Terompet ditiup kencang-kencang. Para panglima perang sudah tak lagi berkonsolidasi. Tetapi memberikan semangat dan instruksi maju gelanggang perang.
Perang. Perang. Perang.
Waktu sudah tinggal hitungan yang cukup sedikit, 5 bulan proses yang bisa jadi sangat cepat bagi yang belum apa-apa dalam setahun terakhir ini. Lama bagi yang sudah sejak dari awal 5 tahun lalu turun ke masyarakat membangun basis. Tak sabar menanti hasil panen. Tapi juga mungkin sedang-sedang saja bagi yang tidak bertarung, penonton, pengamat maupun orang-orang yang berada disisi luar lapangan.
Perhelatan Pemilu 9 April mendatang memang layak ditunggu. Disinilah titik perubahan akan dimulai. Titik perubahan menuju bangsa yang adil makmur setelah 2 periode ini dibawah kepemimpian yang lebay, penakut dan tukang curhat. Kedepan, dengan tantangan yang makin besar, tentunya dibutuhkan pemimpin yang berani, cerdas, jujur dan siap berkorban untuk rakyat.
Pemimpin yang bervisi, memiliki wawasan luas dan tentu berani mengambil keputusan-keputusan sulit. Tak mudah curhat, cenderung penakut dan seolah takut dengan konflik. Kita semua tidak ingin mengulangi kesalahan yang terjadi dengan era kepemimpinan yang tengah berlangsung.
Salah memilih. Mari belajar untuk 2014 nanti. Tepatnya pada Juli 2014 mendatang.
Sebelum memasuki waktu pemilihan presiden dan wakil presiden. Bergulir terlebih dahulu pemilu legislatif. Pemilu yang jadi titik acuan awal menuju Pilpres. Disinilah, partai-partai yang memiliki elektoral diatas 20 persen bisa mencalonkan sendiri kandidat presidenya. Sedangkan partai-partai lain, jika kurang dari 20 persen, tentunya harus membangun koalisi.
Soal yang sangat mengganjal dihati saya, beberapa hari ini adalah menyangkut soal Daftar Pemilih Tetap (DPT). Masalah DPT yang ditetapkan 4 November lalu menyisakan beragam persoalan yang bisa-bisa membakar KPU diakhir pertunjukkan nanti.
Ada 10,6 juta pemilih yang bermasalah dari 186,6 juta pemilih. Ironisnya, dari temuan PDIPerjuangan, ada sekitar 10,38 yang juga bermasalah. Data-data tersebut tanpa NIK, alamat palsu, nama khayalan, nama orang yang meninggal, dll, dll....
Jadi kurang lebih ada 17 Juta data pemilih yang bermasalah. Ini setelah beberapa hari lalu KPU melansir berita bahwa data pemilih bermasalah hanya 7 juta saja. Ok tak jadi soal. Hasil pembersihan yang bagus. Tapi bagaimana menyikapi data temuan PDI Perjuangan ?
Siapakah yang bermain ? Bagaimanakan KPU memutukan angka ? Kenapa pula angka DP 4 KPU dan Kemendagri tidak sama ?. Menggunakan data apakah gerangan KPU untuk menentukan DP4.
Pendeknya, Kemendagri pada November 2012 menyerahkan data kependudukan sebesar 251 jt penduduk. Selanjutnya sekitar Februari 2013, Kemendagri menyerahkan data DP4 sebesar 190,4 jt. Angka DP4 ini nantinya akan berberda dengan angka DP4 KPU yang berjumlah 187,9 juta jiwa. Angka berbeda to ? Perbedaan tersebut, karena KPU menggunakan data pemilih tahun 2009 dan data pilkada-pilkada didaerah. Diketahui jumlah pemilih 2009 sebesar 171,4 juta dan dari pilkada-pilkada  sebanyak 173,48 juta. Data inilah yang dikolaborasi sehingga menghasilkan DPT sebesar 187,9 juta jiwa dan menetapkanya pada November kemarin sebesar 186,6 juta pemilih.
Masalahnya kini ? ada data mengganjal sebanyak 17 an juta jiwa. Hampir 10 persen. Angka yang sangat fantastis lho. Jadi itulah kenapa, saya mengajak anda dan semua untuk bisa jadi pengawas terhadap proses pemilu. Sangat terbuka kecurangan terjadi.
Ingat 10 persen suara. Merupakan angka yang sangat besar. Makanya pemilu harus diselamatkan. Salah satunya kawal terus DPT yang sekarang bermasalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H