Mohon tunggu...
Mohammad Jordan Feshilal A.
Mohammad Jordan Feshilal A. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Warga Sipil

Justitia Omnibus!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Geohistori Terhadap Pasang Surut Hubungan Indonesia dan Malaysia

21 Juni 2021   03:28 Diperbarui: 21 Juni 2021   06:34 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara letak geografis sudah jelas bahwa Indonesia dan Malaysia adalah negara yang bertetangga. Bahkan Indonesia dengan Malaysia berbatasan darat langsung di pulau Kalimantan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat mendukung terjalinnya hubungan bilateral kedua negara. Hubungan Indonesia dengan Malaysia sebagai sebuah negara merdeka sudah terjalin ketika Malaysia berhasil merdeka dari kekaisaran Inggris pada tahun 1957. Saat itu Indonesia yang tahu persis dan sudah mengalami pahitnya penjajahan, menyambut baik kemerdekaan Malaysia dari Inggris. 

Namun hubungan yang harmonis itu berubah pada puncaknya tahun 1963. Kala itu Malaysia berusaha membentuk federasi Malaysia yang terdiri dari Malaya, Singapura, dan Sarawak. Mengetahui hal itu, Filipina, terutama Indonesia sangatlah marah, karena hal itu dianggap melanggar Persetujuan Manila yang telah disepakati bersama. Soekarno menganggap pembentukan federasi Malaysia sebagai bukti nekolim (Neokolonialisme Imperialisme) yang dipimpin Inggris. Setelah itu, serangkaian peristiwa yang membuat hubungan Indonesia dan Malaysia semakin renggang, terjadi. Barulah pada awal pemerintahan orde baru, hubungan bilateral kedua negara berangsur pulih.

Pada era orde baru, secara umum hubungan kedua negara ini baik, hanya ada beberapa perselisihan mengenai batas negara dan luas wilayah yang masih bisa diselesaikan dengan baik. Sampai saat ini, sebab perselisihan kedua negara serumpun ini semakin beragam. Mulai dari batas dan luas negara, masalah sosial, hingga yang terbanyak mengenai klaim kebudayaan. Perselisihan diantara Indonesia dan Malaysia yang sering menjadi perbincangan masyarakat yaitu mengenai klaim kebudayaan. Beberapa perselisihan tentang klaim kebudayaan yang sering menjadi perbincangan masyarakat antara lain batik, lagu rasa sayange, kuliner rendang, dan lain sebagainya.

Jika kita melihat jauh ke belakang, bahwasannya berbagai perselisihan antara Indonesia dan Malaysia adalah hal yang wajar. Hal itu bisa dilihat dari kajian geohistori. Sekitar tahun 1960an Soebantardjo, dalam usahanya menghubung-hubungkan peranan lingkungan geografis dengan sejarah regional mengusulkan dikembangkannya geohistori dalam kurikulum pendidikan guru sejarah di lingkungan IKIP. Menurut Soebantardjo geohistori adalah suatu ilmu yang menyelidiki, membahas, menetapkan peranan alam di dalam penentuan jalannya sejarah, serta mencari hukum-hukumnya (Soebantardjo dalam Effendi, 2020: 126). 

Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, tepatnya di masa kerajaan Sriwijaya. Dalam kajian historis, disebutkan bahwa kerajaan Sriwijaya menaklukan kerajaan Melayu yang berada di sekitar Jambi. Hal ini dijelaskan oleh Sarjana Perancis, Georges Coedes dalam karyanya Le Royaume de Crivijaya, BEFEO No. XVIII tahun 1918. kemudian fakta sejarah lain menyebutkan bahwa kerajaan Sriwijaya mempunyai wilayah kekuasaan yang cukup luas, bahkan diluar wilayah Indonesia sekarang ini. Pada awalnya jangkauan kekuasaan Sriwijaya hanya meliputi Minangkabau dan tanah Batak. Kemudian terjadi perluasan ke luar Sumatera dengan menundukkan Kamboja dan Siam. Bagian besar dari Jawa dan pantai-pantai Kalimantan seperti Banjarmasin juga dikuasai bahkan sampai bagian tertentu dari Filipina (Pramartha 2017: 4). Lebih lanjut dalam penelitian Robbequain (dalam Pramartha 2017:4) dijelaskan bahwa latar belakang alam dari kebesaran Sriwijaya ternyata tidak banyak ditemukan pada sumbernya yang berupa hutan-hutan dan tanahnya, akan tetapi lebih pada kegiatan orang-orangnya di lautan. 

Lalu pada masa kerajaan Majapahit, bahwa Gajah Mada dengan sumpah Palapa nya ingin sekali mempersatukan nusantara dibawah Majapahit. Memang jika dilihat dari kajian historis, wilayah kekuasaan Majapahit sampai meliputi semenanjung Malaya (Diantaranya meliputi wilayah Malaysia sekarang) Dari kajian-kajian tersebut maka tidak mengherankan bahwa warisan kebudayaan Indonesia dengan Malaysia bisa sebegitu miripnya. Apalagi ditambah masyarakat di nusantara yang lebih unggul dalam bidang kemaritiman, yang membuat tersebarnya kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain menjadi lebih mudah. Terutama dalam hal ini Malaysia yang secara letak geografis sangat dekat dengan wilayah Indonesia.

Misalnya rendang, yang sempat di klaim oleh Malaysia beberapa tahun silam. Jika kita menelusuri asal-usulnya, rendang berasal dari daerah Minangkabau, Sumatera barat. Pada masa itu masyarakat mulai melakukan perantauan ke berbagai daerah terutama ke daerah Malaka untuk keperluan berdagang.

Rendang merupakan kuliner warisan budaya masyarakat Minangkabau. Para pakar di bidang kuliner tradisional meyakini bahwa rendang sudah dikenal sejak tahun 1550 M. Pada masa itu masyarakat di Nusantara masih sangat sederhana. Mereka hidup berpindah-pindah tempat dan membutuhkan cara mengawetkan daging untuk persediaan makan. Salah satu cara penyiasatan dalam memenuhi kebutuhan pangan yang mereka lakukan adalah dengan membuat rendang (Fajarsari, 2017).

Kita maju ke zaman yang lebih modern, tepatnya ke zaman penjajahan. Tanah semenanjung atau wilayah Indonesia dan Malaysia sekarang baru dipisah kekuasannya pada traktat London 1824. Dikutip dari kompas (11/2009) Tenas menjelaskan bahwa, Tanah Semenanjung Atas dijajah oleh Inggris. Sedangkan Semenanjung Bawah dijajah Belanda. Pada perkembangan selanjutnya Semenanjung Atas ini lah menjadi Malaysia dan Semenanjung Bawah merupakan Indonesia. Sejak itu pula, secara administrasi pemerintahan kita berpisah. Tapi budaya tetap satu. 

Dari semua kajian-kajian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka wajarlah apabila kedua negara serumpun ini sering berselisih mengenai beberapa hal —  entah itu klaim kebudayaan sampai dengan kewilayahan —  yang menyebabkan pasang surutnya hubungan Indonesia dan Malaysia. Kita sebagai netizen seharusnya bersikap lumrah dalam menyikapi perselisihan diantara kedua negara ini, bukannya malah mengolok-olok satu sama lain yang membuat keadaan semakin memanas hingga menimbulkan masalah baru. 

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun