Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bekal bagi Orangtua yang Memasukkan Anak ke Pondok Pesantren

7 Juli 2024   16:46 Diperbarui: 7 Juli 2024   17:37 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu kegiatan untuk belajar di luar kelas dari pondok pesantren. Ilustrasi: dokumentasi ponpes Ashiddiq.

Ada banyak orang tua, yang putra-putrinya, baru saja lulus SD ataupun SMA, berlomba-lomba menyekolahkan di sekolah negeri. Hingga mereka kalang kabut atau galau karena sulitnya masuk ke sekolah negeri. Setiap hari memantau perkembangan proses PPDB atau menghubungi admin sekolah yang biasa dimintai untuk membantu proses PPDB.

Di antara banyaknya orang tua yang ingin menyekolahkan anak di sekolah negeri, saat ini ada juga yang malah berpikir dan akhirnya menyekolahkan anak di pondok pesantren. Disamping karena menghindari njlimet-nya PPDB di sekolah negeri karena persaingan yang tidak bisa diduga, dari jalur zonasi, afirmasi, maupun prestasi, juga atas pertimbangan untuk membekali ilmu agama. Terkadang melihat pergaulan anak zaman sekarang yang membuat ketar-ketir itulah yang membuat orang tua ada yang rela harus berpisah dengan anak dan memasukkan ke pondok pesantren.

Saya sendiri saat ini menyekolahkan dua putri saya di sebuah pondok pesantren yang letaknya tak terlalu jauh, masih berada di satu kabupaten tempat tinggal saya. Tentu saja menjadi orang tua yang menyekolahkan anak di pondok pesantren ada rasa kehilangan dan rasa semedhot atau rasa tak tega melepas anak yang baru saja lulus SD. Namun demi kebaikan mereka di masa depan, saya harus menghilangkan semua rasa sedih dan kehilangan. 

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai orang tua yang memondokkan anak di pesantren, sesuai yang saya lakukan. Berikut yang saya lakukan.

Pertama, harus tega. Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, bahwa untuk menyekolahkan anak di pondok pesantren itu ada rasa kehilangan dan tidak tega. Maka perasaan seperti itu harus dihilangkan.

Ada sebuah cerita dari kenalan yang anaknya dulu juga dipondokkan di pesantren. Anaknya kini sudah bekerja di kota lain. Saat anaknya mau disekolahkan di pondok, bahwa beliau bertanya, apakah anaknya mantap bersekolah di pondok pesantren? Apa jawab si anak?

"Kita latihan berpisah, Pak."

Tentu jawaban anak itu sangat mengejutkan dan malah tidak terpikirkan oleh orang tuanya. Bahkan saya sendiri ketika menyekolahkan anak di pondok pesantren juga tidak berpikir kalau latihan berpisah. 

Saya hanya berpikir kalau anak belajar agama dan ilmu pengetahuan umum lainnya untuk bekal hidup. Mereka akan mudah diarahkan oleh ustadz-ustadzah mereka dibandingkan jika diarahkan orang tua di rumah. Jujur saja, ketika mendengar cerita dari kenalan saya itu, ada kejutan luar biasa. 

Benar, ketika mereka lulus belajar di tingkat SMP, dan SMA atau kuliah, anak tidak akan selalu bersama orang tuanya. Jadi, orang tua harus tetap tega, toh setiap bulan atau waktu yang ditentukan, pondok pesantren mengagendakan penjengukan para santri . Dengan agenda penjengukan itu, anak dan orang tua bisa meluapkan rasa kangen dan sayang yang mungkin tidak dirasakan ketika bersama terus di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun