"Hei, jadi teman itu jangan pelit-pelitlah!" ujar Beny, seekor belalang yang hidup bertetangga dengan semut-semut rajin. Mereka tinggal pada sebuah pohon anggrek. Kini anggrek itu sedang bermekaran. Warna ungu yang indah sangat menyenangkan para semut.
Ketika para semut lelah untuk mengumpulkan makanan, mereka bermain pada mahkota anggrek. Sesekali mereka merasakan hembusan angin yang menerpa bunga. Kalau sudah merasakan goyangan bunga karena hembusan angin, mereka berlarian, dan berkejaran.
Namun di tengah kebahagiaan itu, mereka harus menghadapi Beny yang sangat malas. Beny selalu minta jatah makan kepada mereka. Kalau tak diberi, pasti Beny marah dan merusak gudang persediaan makan mereka.
Jadi, mereka akhirnya hanya menuruti kemauan Beny.
"Kek, Beny itu lama-lama cuma merepotkan kita. Kita yang kerja tapi dia yang banyak menikmati hasil kerja kita," protes Bu Semut kepada Kek Semut, tetua para semut.
"Yang kita keluhkan memang seperti itu. Tapi kalau kita tak menuruti, makanan kita juga cepat habis. Sama saja."
Kek Semut terlihat kebingungan juga menghadapi protes dari warganya. Dia mencoba untuk mencarikan jalan keluar agar Beny tak mengganggu terus dan mau bekerja sendiri.
Hingga musim kemarau panjang, jalan keluar tak juga ditemukan. Sementara para semut sering mengeluh kalau persediaan makanan di gudang semakin berkurang. Sedangkan sumber makanan sudah banyak yang mengering.
Tak jarang anak-anak semut menangis karena kurang dalam menikmati madu atau gula. Melihat keadaan itu, Beny yang semula mau minta jatah makan seperti biasa, menjadi merasa bersalah kepada para semut.
Beny meloncat, hinggap dari satu daun ke daun lain, ke rumput hingga akhirnya sampai di hutan. Dia melihat kalau di hutan sangat banyak tumbuhan yang masih segar. Bunga-bunga juga masih bermekaran.