"Jadi wanita itu yang bermartabat, Za."
Aku tak menyangka kalau kau mengatakan hal yang cukup mengejutkan. Seolah aku tak bermartabat. Tak layak dinilai sebagai perempuan baik-baik. Kau ucapkan perkataan itu sambil menunjukkan foto di mana aku berfoto bersama seorang teman lelaki. Entah darimana kau mendapatkan foto itu.
Aku ingin menjelaskan siapa lelaki itu. Tetapi kurasa percuma kalau aku menjelaskan. Kalau kau mencintaiku, tak perlu ada penjelasan. Seiring perjalanan waktu kau akan mengetahui bagaimana aku menjaga hati.
Hatiku sakit setelah mendengar ucapanmu itu. Refleks, tanganku mendarat di wajahmu. Kutinggalkan kau dengan perasaan hancur.Â
Selepas kejadian itu, kau mengirimkan pesan dan berusaha menelponku. Namun aku tak mau membalas atau mengangkat telpon darimu.Â
***
Kita bersahabat dan dekat beberapa tahun ini. Ada niat dalam diri kita kalau nantinya akan membina rumah tangga bersama. Sayangnya niat itu belum memeroleh restu dari orang tua kita.
Mereka ingin kita melanjutkan kuliah, berhasil dan barulah menikah.
"Menikah itu butuh kesiapan mental. Makanya kalian siapkan mental dulu. Sambil kalian lanjutkan kuliah. Demi masa depan kalian juga," nasehat ibu padaku.
Hal serupa juga kau dapatkan dari ayah-ibumu.Â