Aku terbang tinggi, menikmati keindahan alam dari atas. Pohon-pohon tinggi dengan daun yang lebat terlihat di mataku. Suara gemericik air sungai yang jernih jelas terdengar. Sungguh aku bersyukur bisa melihat dan merasakan kesejukan dan kedamaian di tempat tinggalku.
Aku ingat, ada temanku, Merpati Abu, yang tinggal di hutan sebelah bercerita kalau tempat tinggalnya mulai berkurang pepohonannya. Udara terasa panas. Air sungai mulai menyusut.Â
Aku bertemu dengannya kemarin siang. Aku mengajaknya tinggal di sekitar tempat tinggalku. Tetapi dia belum mau. Katanya dia merasa sayang kalau harus meninggalkan rumahnya.
Ibu dan ayahku sendiri memilih tinggal di pohon dekat sungai ini biar bisa minum air jernih tanpa menempuh perjalanan yang lama. Aku pun mengikutinya.Â
***
Menprihatinkan sekali cuaca sekarang ini. Cuaca cukup panas. Karenanya banyak binatang yang malas berjalan jauh. Kini di sekitar tempatku tinggal, banyak hewan yang berdatangan. Mereka juga ingin mudah mendapatkan air minum. Ada harimau, jerapah, rusa, dan sebagainya.
Aku yang biasa hanya bersama ibu dan ayah, kini memiliki teman yang cukup banyak. Namun kalau siang hari biasanya teman-teman baruku sibuk bermain atau mencari makan. Baru pada sore hari mereka kembali ke sekitar tempat tinggalku.
Karena cuaca yang cukup panas, aku terbang tak terlalu lama. Kalau kelamaan terbang, aku bisa cepat lelah dan haus.
Akhirnya kuputuskan, aku akan beristirahat. Nanti sore aku bisa berbincang dengan teman-teman dan bermain bersama.
Aku segera turun dan bertengger di ranting pohon, dekat rumahku. Baru saja aku bertengger, kudengar suara lirih yang meminta tolong.
"Toloooong! Tolong aku!" ucapnya berulang kali.
Mau tak mau aku mencari sumber suara itu. Sementara suara minta tolong terus kudengar.Â
Aku terbang ke sana kemari. Aku meneliti dan terus mencari sumber suara. Setelah kuamati, sumber suara ternyata dari arah sungai.
Ada Semut Kecil hanyut di sungai. Tubuhnya timbul tenggelam. Aku merasa kasihan melihatnya. Kalau dia tak segera ditolong, pasti akan tenggelam dan mati.
"Hai, Semut Kecil! Tunggu sebentar ya! Aku akan menolongmu!"
"Iya! To--long aa--ku, Mer--pa---ti Pu---tih," ucapnya lemah.
Aku menengok ke kanan-kiri. Tak kulihat teman-teman lain. Aku memikirkan, bagaimana cara menyelamatkan Semut Kecil itu.
Saat kebingungan, aku melihat daun yang ada di dahan pohon. Aku petikkan satu helai daun. Daun itu jatuh di sungai. Tapi ternyata jatuhnya cukup jauh dari Semut Kecil berada.
Pelan-pelan aku memetik daun lagi. Kuusahakan agar daun itu tak jatuh ke sungai lagi.Â
Klik.
Daun itu akhirnya berhasil kupetik dan tetap berada di paruhku. Segera aku terbang dan menuju tempat di mana Semut Kecil berada. Lalu kujatuhkan daun itu ke arah Semut Kecil.
"Semut Kecil, naiklah ke atas daun itu!" seruku.
Kulihat Semut Kecil itu sangat kepayahan. Melihat itu, aku mendekatinya dan memberikan aba-aba kepadanya. Kalau aku mau mengangkatnya, aku khawatir jika Semut Kecil akan terluka karena paruhku.Â
Dengan susah payah, Semut Kecil itu bisa naik ke atas daun. Daun itu bergerak perlahan, mengikuti arus air. Hingga daun itu tersangkut ke ranting kering yang jatuh ke sungai.
Selamatlah Semut Kecil itu.Â
"Terima kasih, Merpati Putih," ucap Semut Kecil. Aku mengangguk.Â
Lega rasanya saat melihat sahabat kecilku itu berjalan perlahan di atas ranting yang basah oleh air sungai.
---
Branjang, 5 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H