Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dari Kegelapan Menuju Cahaya

19 April 2023   03:30 Diperbarui: 19 April 2023   03:44 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ambil air wudhu. Kumohonkan segala dosa dariku yang melekat di telapak tangan hingga kaki bisa luruh bersama terjatuhnya air wudhu. Seraya kuberdoa untuk ketetapan hatiku, bagaimanapun tak ada orang tua yang akan menjerumuskan anak perempuannya untuk sembarang lelaki.

***

Di depan kaca rias kamarku, kuperhatikan wajahku yang berbeda dengan wajah beberapa puluh tahun yang lalu. Kusadari, aku akan segera dipinang lelaki. Namun, sekali lagi, di bulan yang mustajab untuk terkabulnya doa-doa, aku memohon lelaki itulah yang bisa menuntun ke terangnya hidup, membawaku sampai surgaNya.

"Jika memang lelaki itu ibu anggap terbaik untuk Rana, Rana hanya manut, Bu." Ucapku saat ibu memastikan apakah aku bersedia untuk menjadi calon isteri dari lelaki pilihan ibu dan bapak.

"Kalau begitu Alhamdulillah, Rana."

Ibu tersenyum dan mengajakku ke ruang tamu. Di sana ada banyak orang. Namun tak kutemukan lelaki muda yang sepantaran denganku. Yang kulihat, mereka lelaki berumur. 

Aku mulai was-was, jangan-jangan aku dijodohkan dengan lelaki yang sudah tua. Aku membalikkan badan dan bersiap ambil langkah seribu. Namun ibu menahanku.

"Apa kau tak mau tahu calon suamimu, Rana?" Bisik ibu.

Ibu membalikkan tubuhku. Aku terpaksa mengikuti arahan ibu. Aku sudah dibriefing bagaimana untuk bersikap tadi sore.

Kutundukkan kepala. Aku tak siap melihat calon imamku sama sekali. Aku takut dan gugup!

Tanganku dingin. Jemariku memilin-milin ujung jilbab yang kukenakan. Aku terus melangitkan doa, semoga calon suamiku bisa menuntunku dari kegelapan menuju cahaya. Siapapun dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun