Pak Danar kali ini tersenyum dan geleng-geleng kepala.
"Waduh, ini ujian skripsi mbak Firna. Malah saya yang dapat pertanyaan seperti ini," komentarnya.
"Makanya kemarin pas ngasih bimbingan, yang teliti. Minta mbak Firna melengkapi pada halaman persembahannya," kelakar pak Mudi.
"Itu urusan pribadi. Tak bisa saya tanyakan, pak," tanggapan pak Danar.
"Kalau saya jadi pak Danar, saya tanya. Bahkan kalau bisa ditembung saja sekalian".
Muka pak Danar memerah. Aku sendiri jadi tak nyaman. Aku ingin segera mengetahui nilai dan keluar dari ruangan sidang skripsi.
"Sepakat, pak. Lagi pula, sebenarnya nunggu apa pak Danar ini. Yang lain sudah menikah, kok pak Danar belum nikah juga".
Apaan ini. Aku yang gugup karena memikirkan ujian skripsi yang tak sempurna kujawab, malah ditambah ucapan aroma perjodohan.Â
***
Hasil ujian skripsi sudah kukantongi. Alhamdulillah. Meski nilai tak sempurna seperti nilai teman-teman yang ujian duluan, setidaknya tak begitu mengecewakan.Â
Aku tinggal melakukan penyempurnaan skripsi. Tetapi aku tak menambahkan footnote, sesuai arahan pak Mudi. Sebenarnya aku bisa saja tanya kepada pak Danar atau Bu Sri. Tetapi itu tak kulakukan. Pekewuh.