Pernyataan dalam judul tulisan ini diucapkan sulung saya saat masih SD. Kini dia duduk di kelas VII. Terus terang, saya tak menyangka kalau cerita-cerita anak yang saya buat bisa membuatnya terharu. Padahal tujuan saya menulis cerita anak, agar bisa membuat anak bahagia sekaligus belajar tentang makna hidup dari cerita-cerita yang saya sajikan.
Cerita anak yang saya bukukan pernah saya publikasikan di Kompasiana ini. Pembaca bisa membuka di  sini.
Harapan saya cerita-cerita itu bisa menginspirasi anak-anak untuk berbuat baik dan selalu berada di jalan Allah. Karenanya, setelah saya cetak, buku-buku saya bagikan kepada si sulung dan anak kedua.
Anak sulung saya kebetulan suka membaca, jadi cerita-cerita dalam buku cernak pertama saya, sudah selesai dilahapnya. Ini sangat beda dengan adiknya. Anak kedua saya lebih suka dolan. Kalau memegang buku hanya dilihat gambarnya lali dibacanya beberapa cerita yang ada di buku.
Namun, saat diberi tugas membuat cerita pengalaman, karyanya sudah lumayan menurut saya. Meski tulisan baru dua atau tiga paragraf. Saya tak memaksakan anak untuk menulis.Â
Sebenarnya kemampuan membaca anak kedua lebih cepat daripada si sulung. Namun, ternyata hal itu tak menjamin dia akan suka membaca.
Sebelum saya menulis cerita-cerita anak dan saya bukukan, anak-anak biasa dibelikan buku. Komik Upin dan Ipin, Kecil-kecil Punya Karya (KKPK), Winnie the Pooh, Putri Duyung, Majalah Bobo, Binatang Zaman Purba dan sebagainya.
Buku-buku itu ada yang dibelikan Simbah kakungnya, ada juga yang saya beli atau buliknya. Koleksi buku bisa dibaca adik-adiknya. Atau saya yang ngalahi atau mengalah untuk membacakan atau mendongengkan cerita kepada adik-adiknya.Â