Sudah menjadi tugas utama seorang guru adalah menularkan ilmu, mendidik siswa/murid agar segala perilakunya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Sebelum saya memaparkan pengalaman membantu siswa dalam mencapai tujuan belajar, ada baiknya saya tuliskan tujuan dari belajar itu sendiri.
Dari bulelengkab.go.id setidaknya ada lima tujuan belajar. Apa sajakah?
Pertama, mengadakan perubahan di dalam diri siswa. Setidaknya perubahan ini dari tahu menjadi tahu akan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan lainnya.
Kedua, mengubah kebiasaan, dari buruk menjadi baik, seperti merokok, minum-minuman keras, keluyuran, tidur siang, bangun terlambat, bermalas-malasan dan sebagainya. Sudah menjadi rahasia umum kalau hari libur, siswa mandi agak siang, tidak seperti saat hari-hari sekolah. Jadi kebiasaan yang terwujud dari sekolah tentu ke arah yang positif.
Ketiga, mengubah sikap, dari negatif menjadi positif. Ini berkaitan dengan tujuan belajar yang pertama dan kedua. Nyaris tidak pernah orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan mengajarkan sesuatu yang jelek. Hingga guru/pendidik selalu mengarahkan siswa yang tidak bersikap baik.Â
Keempat, mengubah keterampilan siswa, termasuk di dalamnya menggali bakat terpendam dari siswa satu dengan siswa lainnya. Minat dan bakat siswa sudah jadi hal yang wajib diperhatikan oleh guru. Tidak semua siswa ahli dalam semua bidang. Kesemuanya harus dilayani dengan sebaik mungkin.Â
Kelima menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu. Seperti yang saya tuliskan di atas, bahwa ilmu pengetahuan merupakan hal yang tidak bisa lepas dari tujuan para siswa belajar di sekolah karena tidak semua orang tua bisa mengajarkan ilmu pengetahuan. Jadi guru menjadi perantara bagi siswa untuk mendapatkan ilmu yang kelak akan menjadi bekal di masa dewasa siswa.
Selama mengajar dan mendidik siswa, tentunya setiap guru memiliki pengalaman berkesan dalam pembelajaran. Bagaimana membantu siswa agar tujuan belajar bisa tercapai, apa strategi dan sebagainya pasti dikonsep.Â
Konsepnya bisa berubah seiring berhasil tidaknya capaian tujuan belajar. Dan itu sah-sah saja karena memang seorang guru harus mengembangkan diri untuk menghadapi siswa. Perlakuan terhadap siswa tidak bisa disamakan karena karakter siswa juga tidak seragam.
Saya sendiri memiliki pengalaman yang sangat berkesan sampai saat ini. Pengalaman itu saat menemukan bakat siswa dengan mendengarkan suaranya saat menyanyi. Siswa yang suaranya merdu saya indent untuk lomba keagamaan. Saya langsung komunikasikan dengan guru agama. Saya ungkapkan bahwa siswa tersebut akan saya latih untuk qiroah atau seni baca Alquran. Alhamdulillah sampai saat ini, anak itu sering juara dalam lomba seni baca Alquran.
Kedua, saat melatih para siswa membuat Majalah Dinding (Mading). Tentu saja karya siswa yang dipasang. Mulai dari puisi, cerita, tugas praktikum dan gambar. Karya-karya siswa merupakan hasil koreksi saya agar karya mereka bisa lebih bagus, dan sesuai dengan konsep puisi, cerita dan sebagainya.
Saat melatih siswa tentunya saya bagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok harus ada siswa yang pintar, sedang dan slow learner (jika ada). Hal ini bertujuan agar pembagian kelompok bisa adil dan hasil Mading tidak njomplang.
Selain itu, para siswa kategori slow learner bisa belajar dari temannya yang pintar. Jadi ada tutor teman sebaya di setiap kelompok.
Dari proses latihan ini, saat sekolah bekerja sama dengan Perpustakaan Keliling LPMP (sekarang BPMP) dan pihak LPMP mengadakan lomba pembuatan Mading, siswa-siswi kelas saya bisa meraih juara 1.
Melihat para siswa bergembira, tentu saya lebih bahagia. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.Â
Siswapun menjadi lebih bersemangat dalam mengerjakan tugas, dengan harapan karyanya bisa terpajang di Mading.
Branjang, 5 & 7 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H