Setiap belajar di sekolah, selalu saja ada cerita yang berkesan. Mulai dari dibully teman, menikmati sikap guru yang menganak emaskan siswa, menyapu halaman sekolah yang berdebu, dan sebagainya.
Cerita-cerita itu tentu menjadi kisah yang bernilai positif dan juga negatif. Namun seiring berjalannya waktu, anggap saja nilai negatif itu sebagai cambuk kesuksesan kita.
Lebih baik kita mulai mengambil hikmah dari semua hal yang dinikmati saat bersekolah dulu. Setidaknya kita saat masa sekolah belajar mandiri sehingga efeknya terasa sampai saat ini.
Nah, sekarang berhubungan dengan kemandirian saat bersekolah, saya mencoba untuk menguraikan jawaban atas sebuah pertanyaan pada refleksi dari platform Merdeka Mengajar.
Pertanyaannya, saat kita bersekolah dulu, sikap mandiri seperti apakah yang kita punya? Silahkan tuliskan satu hal/kegiatan yang mencerminkan sikap mandiri.
Saat bersekolah di SD, dulu belum ada penjaga sekolah. Jadi untuk menyiapkan minum bapak ibu guru, para siswa piket. Piket dibagi. Ada yang mencuci gelas/piring, menimba air untuk mencuci gelas dan piring, mengisi cerek dan memasak air, membuat teh, menyapu halaman sekolah, mencabuti rumput di sekitar sekolah, dll.Â
Bahkan setiap hari Jumat kami diajak guru-guru ke sungai. Untuk apa kami diajak ke sana? Tak lain dan tak bukan adalah untuk membawa pasir kali/sungai untuk mengisi bak lompat jauh dan urug pondasi belakang sekolah.
Saat menggotong ember berisi pasir kali itu tak jarang tangan menjadi lecet. Beratnya pasir yang dibawa dengan ember karena kandungan air sungai masih sangat tinggi.
Lain lagi saat SMP. Dulu siswa saat mau ke sekolah kebanyakan jalan kaki atau bersepeda. Kami jarang diantar orangtua untuk berangkat ke sekolah. Tak seperti sekarang, siswa SMP diantar jemput saat berangkat maupun pulang. Kalau tidak, mereka berkendara sendiri. Padahal itu sangat berbahaya.
Saat masuk SMA, saya ngekos karena jarak sekolah dari rumah sangat jauh. Mau tak mau saya lebih mandiri untuk memasak, mencuci baju, menyetrika, mengeposkan uang jatah mingguan agar cukup.