Berlalu sudah kisah enam belas tahun yang lalu. Namun kenangan masa-masa itu membekas di hatiku.
Gempa Jogja yang meluluhlantakkan wilayah Bantul dan sekitarnya. Pagi-pagi, belum lagi menunjukkan pukul 07.00 waktu itu.
Goyangan bumi terasa dahsyat. Runtuhlah rumah-rumah di sekitar episentrum gempa. Termasuk rumahmu dan keluargamu, sahabat. Entah di hari ke berapa, aku baru sempat mengunjungimu. Menengokmu.Â
Kulihat rumahmu yang luas, tinggal satu ruangan yang biasa dipergunakan untuk tempat parkir sepeda motor kakakmu. Juga kamar mandi yang berdekatan dengan ruangan itu.
Untuk memasak, dilakukan di depan rumah. Menggunakan kayu bakar atau kompor minyak tanah.
Kamu dan ayah ibumu masih bisa mensyukuri itu semua. Tak ada duka tersirat di wajah kalian. Sungguh kurasa ketegaran itu.Â
Apalagi tetanggamu banyak yang kehilangan sanak famili. Tegar dan selalu siaga jika ada gempa susulan yang tiba-tiba datang.
Sahabat, di rumahmu, aku belajar tegar juga. Saat itu aku patah hati. Tentu kamu ingat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H