"Ya udah, aku diajari teori muisi yang baik dunk!" Pintaku.
"Teori puisi? Gak tau! Kalau menulis, aku gunakan kerangka sederhana menjadi 3 bagian; Pembuka (ide/fenomena); Isi (ulahan rasa/asa/logika); Penutup (pesan)."
Ah ..kamu ini nggak paham kalau aku tak pernah paham juga. Tapi sudahlah, aku coba belajar lagi aja.
Aku kan seorang guru yang harusnya banyak belajar juga. Biar tak cuma bisa menasehati anak didik biar berlatih menulis.Â
"Aku kalau ngajari siswa kan yang sederhana. Maklum guru SD. Siswa bisa menulis puisi saja sudah seneng." Jiwa ngeyelku tetap saja muncul.Â
"Tentang olah kata berdasarkan rima, irama atau aneka majas, itu pembiasaan. Kukira, kalau terbiasa membaca dan menulis atau menulis dan membaca, maka hal itu akan auto." Jelasmu panjang lebar.
"Kalau rumusku, tulis - baca - tulis atau baca - tulis - baca. Jadi udah ditulis, dibaca lagi, terus kalau butuh edit, yo nulis lagi. Atau baca dulu karya orang buat mencuri ide, terus menulis, lanjut membaca lagi," lanjutmu lagi.
Pening juga ya jadi pemuisi itu. Ah, daripada pusing menulis puisi, lebih baik aku off dulu. Dengan menulis puisi, tulisan artikelku malah jadi ambyar. Sungguh menyedihkan!
**
"Sehari bisa nulis sepuluh puisi, kalau nggak tahu malu," ceritamu dulu.
Kini.