Aku terhenyak saat kamu mengucapkan kalimat itu. Sebuah ujaran yang menampar muka dan hatiku.Â
"Kamu kayak nggak punya iman saja, Cha!"
Aku memang sering curhat padamu kalau aku naksir seorang perempuan. Nama aslinya aku tak tahu. Hanya nama sapaan saja yang kutahu. Tami.
***
Aku meninjukan tangan ke dinding kamar. Mewakili perang batinku.Â
Aku mencintai perempuan yang sudah punya kekasih. Tak tanggung-tanggung, kekasihnya adalah sepupuku sendiri. Sungguh nelangsa.
Sebenarnya tak ada persaingan untuk mendapatkan hati Tami. Namun aku sangat kecewa, gebetanku sejak awal kuliah, malah jadi kekasih sepupuku. Rasanya tak ikhlas.
Saat nuraniku berkata, "Ada yang lebih baik dari Tami, Chaaa!"
Lalu dari sisi gelap hatiku seolah memerangi nuraniku. Ya, perang batin tengah berkecamuk di hatiku.
"Ayolah, Cha! Kamu lebih pinter, tampan dan orangtuamu kaya lagi! Cinta ditolak, dukun bertindak!"