Kualihkan pandanganku. Aku tak mau menatapmu. Jika kulakukan, kau akan membaca mataku.
"Aku tahu, kamu juga menaruh hati padaku..."
"Siapa bilang? Nggak usah kepedean kamu!"
Aku beranjak dari kursi taman kota ini. Terus terang aku risih bersama kekasih sahabatku.
"Jangan sakiti Naura." Lanjutku tanpa melihatmu.
***
Rintik hujan mulai berjatuhan, selepas awan hitam menggelayut di langit. Awan tak mampu lagi menampung air, sepertiku yang tak mampu lagi menampung air mata.
Bagaimana mungkin, kamu, lelaki yang kunilai begitu mengagungkan ibu, mau seenaknya saja mempermainkan perempuan. Hatimu mau kau duakan.
Kamu tak tahu, aku telah mengikhlaskan dirimu bersama Naura. Aku perempuan, tetapi bisa menilai kalau Naura lebih menarik daripada diriku. Naura lebih ceplas-ceplos, apa adanya dan pintar mengambil hati siapa saja. Kalau aku memiliki saudara laki-laki, pasti diambilnya juga hatinya.
****
"Aku tak setuju dengan pernikahanmu dan mas Rian ini, Kin! Aku nggak ikhlas!"