Masa pandemi yang tak seolah tak berujung, membuat banyak orang tertekan. Parno yang kamu bilang padaku.
Bagaimana tidak, parnomu membuat kamu harus wira-wiri ke psikiater. Kamu cerita kalau semua berawal dari rasa cemas akan berita covid. Lalu itu masih tambah dengan isu maling pada saat Ramadan pertama masa pandemi.
"Ramadan tahun kemarin tiap malem denger kentongan dipukul rasanya jadi bikin trauma," ceritamu.
Aku maklum, kamu seorang ibu yang ingin memastikan bahwa semua baik-baik saja. Namun kamu lupa dengan kontrol hati dan pikiranmu sendiri.Â
"Di tempatku kasusnya juga banyak, mbak," ujarku saat kau ceritakan kalau di sekitar dusunmu banyak yang terpapar covid 19.
"Tapi pasti mas nggak parno ya?" Tanyamu. Aku tertawa mendengar pertanyaanmu. Ada-ada saja.
"Lah? Kalau semua parno, aku memilih enggak. Aku akan tampil beda, kalau situasi menuntut begitu..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H