Saya mengambil judul itu dari intisari ucapan pengawas baik dari Dinas maupun Majelis Dikdasmen Persyarikatan saat pembinaan di sekolah.
Kalimat yang seolah menghibur para guru non PNS ---ada juga yang menyebut Guru Bukan PNS---, namun di balik kalimat itu merupakan pengakuan bahwa nasibnya memprihatinkan. Dalam hal ini berkaitan dengan honor yang diterimakan setiap bulannya.
Lebih lanjut lagi, untuk memompa semangat para guru non PNS itu pengawas mengatakan bahwa kehebatan guru non PNS bisa dilihat saat warga sedang mengadakan hajatan apapun di sekitar tempat tinggal. Seberapapun honor yang diterima, terbukti guru non PNS tetap bisa jagong manten dan sebagainya.
Kami tentu tersenyum dalam hati. Tak ingin mengeluh, toh itu sudah jalan yang sudah kami pilih. Dan mungkin juga sudah disuratkan sejak roh ditiupkan pada awal menjadi janin.
"Tak usah khawatir, kelak ibu-bapak akan masuk surga duluan. Asal dilandasi dengan niat ibadah dan berbuat terbaik untuk negara..." ujar pengawas lagi.
Guru Non PNS Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Saya mencoba menceritakan pengalaman saya selama menjadi GTT atau GTY, baik di SD maupun SMP. Sekitar tahun 2005-2011.
Waktu itu saya masih bisa mengajar di dua sekolah. Hal ini karena beban mengajar perguru masih 18 jam pelajaran perminggunya. Jadi karena masih ada waktu kosong, saya mengajar di dua sekolah. Banyak juga guru yang mengajar di dua atau tiga sekolah.
Ada perbedaan saat mengajar di dua tingkat sekolah ini. Pertama, jelas dilihat dari siswa yang diajar dan dididik. Di SD, siswa masih kekanak-kanakan. Sedangkan siswa SMP lebih mudah diarahkan. Diajak diskusi lebih mudah.
Kedua, sistem penggajian. Di SD, baik guru mata pelajaran atau guru/wali kelas, dulu masih KTSP atau KBK. Jadi guru SD bisa mengajar permata pelajaran.Â