Di beranda rumah bapak, pagi ini, aku duduk lesehan bersama anak pertama yang duduk di kelas V. Kali ini materi pembelajaran dari gurunya adalah Matematika, penjumlahan bilangan pecahan.
Layaknya anak lainnya, meski saat di kelas IV sudah diajari menghitung penjumlahan maupun pengurangan bilangan pecahan, nyatanya tetap lupa cara atau langkah pengerjaannya.
Aku yang menjadi guru saja, ketika mengajar siswa menemui kesulitan, apalagi jika orangtua yang harus membimbing, mendidik anak di rumah. Istilah mudahnya menggantikan guru ketika berada di rumah.
Si sulungku harus diingatkan kembali cara mengerjakan penghitungan penjumlahan bilangan pecahan. Itu saja masih agak sulit juga dalam menerima penjelasanku. Apalagi jika angka-angka yang tertera dalam soal ternyata angkanya angka besar. Bakal pusing menghitung pastinya.
Sesekali si sulung menggerutu. Mau menyelesaikan nanti. Tetapi aku tetap mendisiplinkan anak juga.Â
Di saat si sulung tengah menghitung penjumlahan bilangan pecahan, seorang penjual jamu keliling langganan ku saat masih masa menyusui, masuk pekarangan rumah bapak.
Melihat penjual jamu itu, aku memesan jamu pegel linu, dan beras kencur sesuai permintaan si sulung.Â
Sambil mengawasi si sulung, aku mengobrol dengan penjual jamu. Ya maklum lama sekali aku tak membeli dan mengonsumsi jamu.Â
Lebih jauh, sambil meracik jamu pesanku, penjual jamu itu menceritakan anaknya yang juga harus BDR. Dia mengatakan kesulitan untuk mengajari anaknya dalam mengerjakan tugas. Belum lagi masalah kuota internet.
Maklum, tempat tinggal penjual jamu itu memang berada di bagian paling Utara kabupaten Gunungkidul. Susah sinyal.Â
"Internet di sekolah dekat rumah juga dimatikan," begitu ceritanya.Â