Saat ini para siswa libur akhir tahun ajaran. Para siswa baru di tingkat SD sudah jelas diterima di sekolah tertentu. Ya setelah orangtua dag dig dug akan nasib anaknya bisa diterima di sekolah negeri ataukah tidak.Â
Sebagai persiapan untuk menapaki jenjang pendidikan di atasnya, ada baiknya orangtua menyiapkan bagaimana anaknya bisa belajar di sekolah. Terutama bagi siswa baru di SD.
Mimpi Anak Lulusan TK
Siswa TK B yang baru saja lulus tentu bahagia karena akan belajar di bangku sekolah dasar. Setelah beberapa tahun merasa jenuh belajar dan bermain di TK bersama guru tercintanya.
Mimpi mendapatkan guru yang baik, sabar, dan teman yang ramah seolah membayangi pikiran mereka setiap hari. Bahkan mereka sudah membayangkan ke sekolah dengan mengenakan seragam merah putih.
Meski mimpi mengenakan seragam merah putih untuk saat ini juga terancam belum bisa terwujud karena masa pandemi Covid-19. Yang jelas, seragam SD sudah dipersiapkan. Dan si kecil mulai mencoba mematut diri di depan cermin. Sembari tersenyum melihat pantulan bayangan mereka di cermin.
Sebagai orangtua pasti juga merasa senang melihat semangat yang menyala di hati buah hatinya. Orangtua merasa diri semakin tua dan tak terasa buah hati yang dulu selalu dipangku dan ditimang ternyata sudah besar. Ada rasa bangga, haru dan bahagia menyelimuti hati.
Kesiapan Orangtua
Untuk menapaki jenjang SD, seorang anak harus dipersiapkan untuk bisa "masuk" ke lingkungan baru. Karenanya orangtua harus siap dengan beberapa hal. Mengingat anak baru dalam masa peralihan TK ke SD.
Mental orangtua harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum memberikan motivasi bagi anak-anak. Termasuk dalam belajar calistung.
Ada banyak siswa baru SD yang sudah siap untuk belajar semaksimal mungkin. Artinya sudah paham calistung. Ini akan memudahkan guru dalam proses pembelajaran.
Namun ada juga siswa yang belum hafal huruf abjad. Nah karenanya orangtua harus punya greget mempersiapkan segala sesuatu agar anak lancar dalam belajar. Orangtua bisa menggunakan metode membaca gambar terlebih dahulu untuk mendidik anak dalam belajar membaca.
Itu saya ketahui dari Kepala Sekolahnya sendiri.
"Mbak Azza pinter baca, Bu..."
Saya tersenyum mendengarnya. Saya tahu bahwa anak saya belum bisa membaca. Baru saya kenalkan huruf dan suku kata.Â
Lalu saya ingat dalam materi perkuliahan di PGSD yang menyatakan bahwa pada usia akhir TK dan awal SD, model pengenalan membaca yang bisa dilakukan adalah dengan membaca gambar. Ini termasuk dalam Membaca dan Menulis Permulaan.
Cara membaca gambar adalah anak melihat gambar lalu mengucapkan kalimat sesuai imajinasi mereka. Meski sebenarnya di buku sudah ada teks bacaan dengan ukuran huruf yang lumayan besar.
Dari peristiwa yang dialami anak saya, jelas bahwa imajinasi anak dalam menginterpretasikan gambar bisa tepat. Karena saya juga sempatkan membaca buku yang dipegangnya. Jikalau pun keliru, menjadi tugas saya untuk mengoreksi dan membenahinya. Jadi saya tetap berada di sampingnya.
Di rumah pun, buku-buku bergambar selalu dibaca dengan imajinasinya. Lagi-lagi saya harus menunda beragam kegiatan rumah demi mendampingi anak dalam membaca gambar.
Tentu saja membaca gambar juga tetap harus diikuti dengan membaca buku sungguhan karena mau tak mau kelak anak harus bisa membaca bacaan atau teks. Namun prosesnya tentu beda antara satu anak dengan anak lainnya.
Orangtua hanya perlu banyak bersabar dalam mengenalkan kegiatan membaca. Orangtua harus sadar bahwa pengenalan membaca harus mereka lakukan. Tak hanya njagakke atau mengandalkan guru di sekolah.
Yang perlu diingat bahwa anak belajar pertama kali jelas dengan orangtuanya. Peran guru di sekolah adalah membantu saja. Lagi pula guru tak hanya menangani satu anak, ada puluhan siswa yang dihadapi setiap harinya.
Jika putra-putri tengah menanti  masuk dan belajar di bangku SD, maka bantulah dia untuk siap. Meski belum sempurna kemampuannya. Ini sangat bermanfaat dan memiliki kekuatan luar biasa bagi anak. Anak akan merasa terpacu karena diperhatikan orangtuanya.
Biarkan anak berproses, hingga bisa membaca suku kata, kata hingga kalimat sederhana. Yakinlah bahwa belajar membaca tidak harus diprivatkan. Orangtua pasti mampu melakukannya. Tinggal ada kemauan ataukah tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H