Orangtua siswa banyak yang kurang memahami kondisi anaknya. Seringkali mereka menganggap anaknya baik-baik saja. Meski secara face saja sudah menunjukkan bahwa si anak adalah anak berkebutuhan khusus. Karenanya mereka memasukkan sekolah umum karena keyakinannya, anak akan bisa mengikuti pelajaran layaknya teman lainnya.
Orangtua seperti ini patut bersyukur bahwa sekolah umum wajib menerima anak berkebutuhan khusus tadi. Alhasil sekolah menyelenggarakan asesmen bagi siswa yang khusus tadi.
Penyelenggaraannya diserahkan kepada guru kelas. Meski pada awalnya program asesmen ini ditangani oleh Dinas Pendidikan Provinsi dan guru yang menangani adalah guru dari SLB.
Pada perkembangannya, karena guru dari SLB tidak memungkinkan untuk memenuhi penyelenggaraan asesmen secara menyeluruh, maka perwakilan sekolah diundang untuk praktek penyelenggaraan asesmen.
Guru kelas dari sekolah tingkat dasar dibekali dengan ilmu asesmen. Tujuannya ya untuk melayani siswa ABK yang masuk ke sekolah umum.
Pada dasarnya guru kelas harus menangani kelas dengan kondisi siswa yang beragam. Termasuk anak berkebutuhan khusus tadi. Cara mengajarnya pun guru harus siap dengan dua materi yang berbeda setiap hari.
Untuk sekolah dasar, materi pelajaran asesmen meliputi calistung. Atau Bahasa Indonesia dan Matematika. Guru bisa mempelajari sendiri bagaimana cara mengajar sekaligus membuat perangkat pembelajarannya.
Saya sendiri sering menangani siswa dengan dua pembelajaran ini. Pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum kelasnya ---misalnya kelas IV--- dan materi ABK ---dengan kemampuan Matematika kelas II dan Bahasa Indonesia kelas I---.Â
Melelahkan sudah pasti. Dalam pembelajaran seperti itu biasanya saya memberikan materi untuk siswa yang mayoritas normal. Setelah materi dan tugas saya sampaikan, barulah saya mengajar secara khusus siswa ABK. Ya...seperti privat ---Matematika dan Bahasa Indonesia--- bagi anak yang dianugerahi kemampuan yang berbeda itu.
Materi disesuaikan dengan kemampuan. Meski di kelas IV, tetapi bisa saja anak belajar materi kelas I, II atau III. Bahkan dari dua pelajaran yang diasesmenkan, bisa beda antara kemampuan Bahasa Indonesia dan Matematika-nya.
Bagaimana guru bisa mengecek kemampuan siswa ABK tadi?Â