Allah menciptakan manusia dengan dibekali akal pikiran dan hati nurani. Keduanya harus sejalan dan seimbang. Idealnya seperti itu.
Namun begitu, ternyata manusia memiliki kekurangan, sering lupa dengan sesuatu yang diucapkan maupun dilakukan. Bahkan di usia senja manusia bisa semakin berkurang daya ingatnya. Istilah umumnya pikun.
Meski demikian tak semua manusia mengalami kepikunan di masa tuanya. Mengapa bisa seperti itu?
Saya akan menceritakan kebiasaan yang dilakukan oleh almarhumah ibu saya. Ibu mengalami stroke sekitar 2 Juli 2012. Jelang Subuh ibu memanggil putri bungsunya dengan suara lirih.
Saya yang saat itu tengah bermain dengan putri kedua yang berusia satu tahun mendengar suara ibu. Dengan menggendong putri saya, saya menuju kamar ibu.Â
Ternyata di sana sudah ada saudara saya. Kami melihat ibu berselonjor dengan bersandar pada dipan di belakangnya. Ibu masih mengenakan mukenanya karena ibu memang terbiasa shalat tahajud.
Karena ibu mengeluh tak bisa menggerakkan kakinya, saya memanggil suami. Oleh suami saya, ibu dibopong dan ditidurkan pada dipan. Semakin lama, suara ibu semakin tak jelas. Pelo kata orang Jawa.
Setelah shalat Subuh, kakak dan tetangga berdatangan. Mereka mertakke, ada apa dengan ibu. Saya berharap kejadian yang dialami ibu itu hanya mimpi.
Akhirnya ibu dibawa ke PKU Muhammadiyah Yogyakarta atas pertimbangan seorang perawat yang kami kenal. Oleh perawat itu kami mendapat pernyataan yang sebenarnya tak ingin kami dengar. Ibu stroke.
Namun perawat tadi mengatakan jika segera ditangani maka ibu bisa diselamatkan. Dan benar Allah masih memberi kesempatan kepada ibu untuk beribadah lebih baik.
Meski ibu sedikit kecewa, kondisinya mengakibatkan tak bisa beribadah haji, padahal jadwal keberangkatan tinggal beberapa bulan saja. Ibu sendiri sudah melakukan manasik haji berkali-kali.