"Anaknya tiap hari ngerjain kok, Bu, tapi Ibunya repot tur lalen."
Demikian chat seorang ibu dari murid saya mengirimkan tugas putranya. Si ibu terlupa tidak mengirimkan tugas selama 3 hari. Padahal sang putra selalu mengerjakan tugas setiap hari.
Ya. Saya paham dan lumayan hafal dengan murid saya. Meski putra si ibu tadi termasuk siswa pindahan. Baru semester ini dia sekolah di instansi tempat saya bekerja.
Baru beberapa bulan belajar dengan saya, tak membuat saya tak paham si anak tadi. Sangat hafal. Anak itu termasuk tertib dalam menyelesaikan tugas.Â
Di saat temannya ramai, memukuli rolling door, dia tidak ikut-ikutan. Tentunya saya tak hanya hafal putra ibu tadi. Seluruh siswa pasti sudah saya hafal, siapa yang suka ngambek, nangis, usil, rajin, bicara dengan suara keras, malas menyelesaikan tugas, dan sebagainya.
Kini di saat pandemi ini, mereka belajar bersama orangtua. Terutama ibu. Padahal ibu adalah sosok yang sangat repot. Dari pagi hingga malam, selalu saja ada pekerjaan menanti. Belum lagi ketika si ibu memiliki balita.
Saat ini saya sangat mengapresiasi para orangtua, terutama ibu-ibu yang membantu kelancaran tugas saya. Saya menyadari bahwa di saat ini belum bisa membersamai putra-putri mereka. Namun tak ada keluhan dari mereka yang disampaikan kepada saya.
Mengingat kerepotan para ibu, saya tidak terlalu banyak memberikan pembelajaran dan tugas mandiri. Tidak semua materi saya berikan sesuai dalam buku siswa.Â
Saya hanya memilihkan materi yang sangat diprioritaskan. Karena saya mengajar di kelas IV dan banyak materi tentang cerita daerah dan sejenis, saya pilihkan beberapa saja.
Yang agak sulit ketika pembelajaran untuk mata pelajaran Matematika. Ketika saya menyampaikan materi di kelas dan saling bertatap muka saja para siswa bingung dalam mengerjakan dan mengaplikasikan rumus dalam soal-soal. Apalagi dalam pembelajaran online.