"Dik, bapak mau pakai panenan pisang untuk acara nikah adik bungsu..." ucap suami saya ketika adik bungsunya mau menikah.
Saya tidak keberatan dengan permintaan bapak mertua. Toh semua milik suami bukan milik saya sepenuhnya. Ada orangtua suami yang juga berhak untuk mendapatkan bagiannya.
Saya hanya bercerita kepada teman kantor. Bukan karena keberatan dengan permintaan mertua. Sekadar berbagi cerita, tidak lebih.
Namun salah satu teman yang mengetahui hal kejawen malah menyayangkan keputusan saya.
"Waduh, bu. Kalau sekali panen pisang diminta untuk acara pernikahan, nanti panen-panen berikutnya, ibu nggak bisa menikmati panenan kebun lho..."
Saya malah jadi kaget sendiri. Belum pernah saya mendengar kepercayaan seperti itu.Â
"Wis to, bu. Tengeri mawon..." lanjut teman saya.
**
Sebagai perempuan yang telah menikah, saya cenderung tidak neko-neko dalam hal kebendaan. Dalam hal gotong royong atau saling membantu dalam keluarga juga seperti itu. Selama suami memenuhi kebutuhan keluarga, saya hanya mendukung.
Tak pernah memikirkan apakah nanti saya akan rugi ataukah tidak. Bagi saya rezeki itu bukan hanya berupa kebendaan. Rezeki itu bisa berupa kesehatan, anak yang sholih dan kasih sayang keluarga.
Hidup bukanlah jual beli di pasar. Hidup adalah kesempatan untuk berguna bagi orang banyak termasuk keluarga.Â