Membaca tulisan mas Zaldy ---maaf namanya kusebut--- di akun FB dan cerpen terakhir hari ini, saya jadi ikutan berpikir juga tentang layangan putus. Padahal sebenarnya saya tak begitu mengikuti dan mungkin malah terbilang ketinggalan cerita tentang rumah tangga yang bubar di tengah jalan.Â
Kisah yang hampir sama, 11-12 dengan kisah Layangan Putus
Dari kisah itu muncul beragam tulisan yang mengulas tentang layangan putus. Sungguh fenomenal. Kalau boleh bilang sebenarnya, saya pernah mengangkat tema seperti itu dalam cerita bersambung saya. Mas Zaldy bilang kalau itu seri Husna. Padahal tokoh utamanya adalah ibu Husna, Putri.
Saya mengisahkan Putri menikah dengan Mumtaz kemudian dikaruniai seorang putri yang diberi nama Husna. Namun rumah tangga harus dipisahkan oleh jarak dan waktu. Penyebab utamanya karena pernikahan mereka tak mendapat restu dari orangtua. Demi orangtua --- ibunya yang sakit- sakitan---, Mumtaz bersama Husna yang baru enam bulan hidup bersama orangtuanya. Sementara Putri menyadari dan mengalah. Dia tak mau suaminya durhaka pada ibunya. Kisah pertama bisa dibaca di Kisah 1.
Itu kilasan cerpen ---cerita bersambung---saya yang sudah tayang di Kompasiana. Namun meski setema dengan layangan putus itu, saya bersyukur, cerpen saya itu sudah saya buat jauh hari sebelum booming atau viralnya cerpen layangan putus itu. Saya menulis sekitar lima atau empat bulan yang lalu.
Bisa jadi kalau saya buat setelah viralnya cerpen layangan putus, bisa- bisa dinilai mengekor tema yang sama. Hanya bedanya, saya membuat cerpen itu asli fiksi. Meski ada yang bilang kalau cerpen itu saya banget. Saya tak tahu kenapa begitu. Yang jelas karakter saya sangat berbeda dengan Putri atau Bu Mumtaz.Â
Sedangkan cerpen Layangan Putus menurut yang saya baca dari ulasan banyak penulis adalah sebuah cerita nyata. Jadi itulah yang membuat kaum hawa lebih terbawa dan ikut serta memviralkan kisah nyata itu. Alih- alih memberikan motivasi kepada si korban. Entah dengan perasaan geram, marah, kesal kemudian menyalahkan sang suami yang berkhianat setelah sukses.
Cerita sebagai bahan introspeksi
Sebuah tulisan bagi saya pribadi adalah salah satu cara untuk belajar. Entah dari esay, cerpen. Saya berusaha mengambil nilai moral dari setiap cerita yang saya baca.
Ketika saya menulis cerita pendek pun saya berusaha masukkan nilai- nilai religi, budaya, wisata. Agar tulisan lebih bermanfaat, baik dalam cerpen saya tentang Putri, Husna dan ayahnya serta cerpen lainnya.
Bagi saya tak apalah cerita Layangan Putus menjadi viral. Bisa menjadi bahan introspeksi bagi semua pembaca, bahwa komunikasi itu sangat penting dalam berumah tangga. Jika terjadi perceraian, rumah tangga tak harmonis dan sebagainya, ya semua patut disalahkan. Seperti yang saya ingat dari tulisan Mas Zaldy bahwa layangan tak pernah menyalahkan angin kalau putus karena yang putus itu bukan layangan tetapi benangnya. Penyebabnya pun macam-macam bukan?Â