PPG Daljab bagi para guru baik guru PNS dan non PNS sudah berjalan beberapa gelombang di tahun 2019 ini. Pada dasarnya PPG Daljab merupakan program sertifikasi yang dulu dilakukan melalui pemberkasan portofolio, kemudian menjadi PLPG.Â
PPG, seperti halnya PLPG, menjadi angin segar bagi guru non PNS di sekolah swasta yang sudah berusia di atas 35 tahun. Mengingat mereka tak bisa mengikuti seleksi CPNS dan PPPK.Â
Namun PPG Daljab yang pada akhirnya bisa menghasilkan guru bersertifikat pendidik dan bisa mendapatkan tunjangan profesi tersebut prosesnya sangat njlimet dan lama.Â
Jika dahulu kala di awal program sertifikasi, para guru cukup pemberkasan dengan mengumpulkan portofolio, akhirnya muncul PLPG. Program PLPG bagi guru seolah memberikan jawaban atas keluhan masyarakat bahwa guru hanya sibuk mengurus berkas- berkas, hingga siswa terlantar.
PLPG selama 10 hari bertahan sampai tahun 2018 digantikan PPG Daljab. Saya pribadi menilai PPG Daljab terlalu lama prosesnya. Para guru harus mendaftar dulu secara daring. Ketika mendaftar guru mengirim scan ijazah dan 2 SK terakhir. Guru harus rajin mengecek akun SIM PKBnya masing- masing untuk mengetahui perkembangan pendaftarannya. Lolos sebagai peserta PPG Daljab ataukah tidak.
Langkah berikutnya kalau guru masuk daftar peserta, harus daring berbulan- bulan. Dari keterangan teman saya, waktu pengerjaan tugas daring sangat terbatas. Hal tersebut memungkinkan guru tak maksimal mengajar siswa. Guru akan mengejar nilai tugas daring, minimal 80.Â
Jika tugas daring selesai guru praktik langsung di sekolah yang ditunjuk oleh panitia PPG Daljab. Praktik tersebut memakan waktu 2 bulan. Guru tersebut meninggalkan kelas selama itu.Â
Pasti terbayang bagaimana kondisi sekolah selama 2 bulan ditinggal guru demi lulus PPG Daljab itu. Capek. Sekolah bisa kelabakan juga. Apalagi jika guru tak memadai jumlahnya. PKR sih oke- oke saja tapi kalau terlalu lama ya kasihan murid dan guru yang PKR atau pembelajaran kelas rangkap.Â
Mungkin bagi pembuat kebijakan tak memikirkan bagaimana kondisi di lapangan. Yang dipikirkan adalah upaya meningkatkan kualitas guru lewat PPG. Terkadang muncul pikiran, kalau guru bisa berkualitas sementara siswa sering ditinggal, untuk apa? Rasanya percuma.Â
Ada baiknya jika para pemangku kebijakan berpikir lagi untuk program sertifikasi bagi guru. Jangan sampai mengorbankan siswa yang berhak mendapat pelayanan dari guru secara maksimal.
Kualitas guru harusnya sejalan dengan kemampuannya menyampaikan materi setiap hari. Bukan sebentar- sebentar siswa diajar secara rangkap. Jika kondisinya seperti itu, bagaimana kualitas siswa bisa meningkat. Apalagi sekolah dari SD sampai SMA atau sederajat harus menyelenggarakan Full Day School.