Membaca judul tulisan ini bisa bermakna ambigu. Hampir semua sekolah, anak didik berseragam rapi. Sesuai tingkatannya. Bahkan ada juga seragam khusus sekolah atau identitas kabupaten.
Yang saya ulas bukan seragam dalam arti pakaian. Karena pastinya anak didik secara umum berseragam ketika bersekolah untuk mengurangi gap antara si kaya dan si miskin.
Saya lebih senang menyoroti kemampuan anak didik yang beragam karena pada dasarnya mereka memiliki keunikan sendiri- sendiri. Tak semua anak didik pandai pada semua mata pelajaran atau muatan pelajaran jika anak didik di tingkat SD.
Di kelas tadi, terjadi percakapan antar siswa saat materi pelajaran menentukan anak didik harus menggambar pada bagan tentang manfaat matahari. Pada masing- masing manfaat disertai gambar sesuai daya imajinasi dan kreativitasnya masing- masing.
"Azza ki nek pelajaran nganggo nggambar mesti isa..." komentar seorang siswa ketika melihat pekerjaan Azza.
"Iya, kalau nulis itu lama..." komentar siswa lainnya.
Saya tersenyum. Anak didik memiliki cara belajar yang berbeda. Guru atau pendidik harus jeli dan memaklumi keunikan anak didiknya. Ada anak yang suka menulis, membaca, atau menggambar dan menyanyi.Â
Kelebihan mereka harus diasah agar lebih menonjol dan menjadi sesuatu yang diandalkannya kelak. Kekurangannya juga dimaklumi. Tutupi dengan kelebihannya. Jangan sampai menutup mata hanya karena kekurangan yang disandang anak didik.
Anak tak harus seragam, dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Berikan ketika pelajaran, materi disesuaikan kemampuan agar mereka lebih paham. Memang guru atau pendidik akan lebih repot. Bayangkan dalam satu kelas bisa saja pendidik atau guru memberikan banyak materi dari satu muatan pelajaran karena kemampuan siswa yang beda.
Lelah, sudah pasti. Tetapi jika pendidik telaten maka saya yakin hasil belajar siswa bisa lebih maksimal. Maksimal di sini bukan berarti pintar semua. Guru atau pendidik tidak bisa memandaikan siswa. Guru atau pendidik hanya menjadi motivator bagi siswa atau anak didiknya agar bisa mengasah kemampuannya.
Bisa jadi anak didik akan ada yang menjadi komikus, guru, polisi, dokter dan sebagainya. Jadi biarlah jika anak didik tak seragam kemampuannya. Kalau pendidik ngotot ingin anak didiknya pintar semua, malah jadi pusing, baik guru maupun siswanya. Kasihan.Â