Pihak pondok juga sering berkomunikasi dengan orangtua Bxxs. Saya pun memastikan kesiapan anak-anak untuk lomba tersebut. Saya berkomunikasi dengan pengelola pondok. Dari keterangan mereka, anak tersebut siap dan akan sampai pondok hari Senin, 10 Juni.Â
Ternyata sampai hari Selasa belum ada kepastian. Dan mendadak ada kabar dari seorang guru. Dia mengabarkan bahwa Bagus tidak bisa ikut lomba. Screenshot percakapan dengan pengelola pondok dikirimkan ke WAG sekolah.Â
Terjadilah kepanikan para guru. Akhirnya Kepala Sekolah menghubungi orangtua untuk memastikan kebenaran kabar tersebut. Dan benar, orang tua Bagus tak bisa mengantarkan si anak ke pondok.
Dengan kesepakatan dan berat hati, saya langsung menghubungi panitia lomba. Sampai pukul 11.00 kami berkoordinasi dengan panitia, termasuk seragam, uang transport, uang pembinaan dan pendamping kami komunikasikan. Peserta yang mewakili adalah peraih juara 2. Prinsipnya wakil kafilah kecamatan tidak boleh kosong.Â
**
Menyikapi ketidakhadiran siswa dalam lomba
Pada hari H pelaksanaan lomba ada rasa sayang ---tepatnya menyayangkan--- karena salah satu siswa tak bisa ikut lomba. Di sisi lain saya bersama koordinator dan pendamping lain juga tak bisa memaksakan kehendak dan menyalahkan anak tersebut. Hal ini karena waktu lomba yang terkesan mendadak dan waktu libur lebaran. Seharusnya mereka masuk sekolah tanggal 17 Juni.Â
Ya apapun hasil lomba kali ini, yang jelas kami mengapresiasi semua peserta yang telah berjuang untuk membawa nama baik sekolah dan kecamatan. Kedepannya harapan kami perlombaan bisa dipilihkan pada waktu yang tepat. Harapannya dari lomba ini, semoga bisa menjadi generasi bangsa yang religius, nasionalis, dan membawa kemajuan bangsa ketika mereka menerima estafet kepemimpinan di negeri ini.Â
Terima kasih untuk yang memberi ide tulisan ini.Â