Kali ini aku akan bercerita tentang sosok laki-laki yang memiliki pendirian yang kuat dan cenderung keras hati. Ya... bapak.Â
Kuingat semasa kecilku, kelembutan dan perhatian jarang kurasakan. Sentuhan tangan, bercerita pada kami, anak-anaknya, sangat langka.Â
Dia tak segan mengeluarkan suara lantang ketika mendapati anak yang sedikit usil dan nakal. Senyuman jarang terlihat dari wajahnya. Pernah ketika bapak mengambil rapor, tak lama kemudian bapak menghukum, kami tak boleh menonton televisi dan bermain dengan teman-teman di sekitar balai desa. Ya akibat rapor kami yang kebakaran nilainya.Â
Di balik kerasnya hati bapak, secara tak sengaja kudengar percakapan ibu dan bapak. Bapak menangis, mengeluh dengan kenakalan kami, anak-anaknya. Bapak merasa sedih dan merasa bahwa anak-anaknya tak menyayanginya.Â
Aku tak begitu paham kenapa bapak berkata seperti itu. Baru setelah aku masuk tingkatan SMP, otakku sudah bisa berpikir dengan logis. Keluhan bapak itu mungkin memang karena dia terlalu kaku, jaga jarak, tak mengajak kami bercanda. Intinya dia tak dekat dengan anak-anaknya. Begitu pikirku.Â
Ah... mungkin suatu saat, ketika kujatuh hati dengan seorang laki-laki, Â aku harus berpikir ribuan kali untuk menerimanya sebagai kekasih hati, apalagi pasangan hidup.Â
Berpegang pada filosofi bobot, bibit, dan bebet, Â bagi orang Jawa sepertiku. Kebaikan, faktor keluarga, kualitas hidupnya harus diperhatikan. Bukan karena terlalu pilih-pilih dalam mencari jodoh. Bukan!Â
Aku berpikir, tindakan bapak yang sedikit temperamen itu, membuat aku takut mengenal laki-laki. Sampai kini.Â
Saat ini aku sudah cukup umur untuk berkeluarga. Bahkan sahabat-sahabatku sudah memiliki dua anak atau lebih. Ada juga yang saat ini anaknya sudah lulus SMK.Â
Namun ketakutan dan kekhawatiran menghantui perasaanku. Di satu sisi aku seperti perempuan lainnys, ingin dekat dengan lawan jenis. Di sisi lain aku takut jika ternyata aku harus kecewa, takut jika laki-laki yang kukasihi tak lebih baik dari bapakku.Â
Kini bapak sedang diuji dengan sakit. Aku rasanya tak mau menemaninya di rumah sakit. Aku benci, muak melihat ketakberdayaan laki-laki kasar itu.Â