Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Kutemukan di Tanah Imogiri

27 Mei 2019   07:58 Diperbarui: 27 Mei 2019   22:10 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari setelah terjadi gempa di Yogyakarta dan sekitarnya, aku nekat ke bumi yang masih rentan akan terjadinya gempa susulan.

Ya. Di Yogyakarta terjadi gempa dengan kekuatan 5,9 SR itu menghancurkan wilayah Bantul dan  sekitarnya. Tepatnya 27 Mei 2006 pukul 05.55. Di tempat tinggalku pun merasakan dahsyatnya gempa itu. Guncangan benar-benar mengagetkan warga di kampungku. Belum pernah kami merasakan gempa yang kuat dan durasinya lama. Kulihat pohon-pohon jati dan langit pagi itu. Goyangan pohon terlihat jelas. Saat kejadian aku bersama ibu akan berbelanja di pasar. 

Semula aku tak berpikir bahwa di Bantul dan sekitarnya luluh lantak dalam sekejap. Namun dari kabar yang kudengar dari sahabatku, rumah kokoh di tempat tinggalnya dan sekitarnya hancur. Dia mengabarkan kondisi rumah dan sekitarnya lewat SMS. 

Waktu itu aku segera berinisiatif ke sana, Imogiri tepatnya. Aku merasa penasaran dengan tempat kuberkeluh kesah. Saat kusakit hati, hancur, kusering curhat ke rumah teman di sana.

Rumah temanku kebetulan dekat dengan kompleks makam. Hanya bersebelahan. Entah mengapa aku tak merasakan takut berada di sekitar makam. Biasanya melewati jalan dekat makam saja sudah merinding. 

Apalagi kondisi di sana sering terjadi gempa susulan. Harusnya aku merasa terancam keselamatanku. Malah saudara dan ibuku yang memgkhawatirkanku. Aku menginap di sana dalam waktu dua hari. Bermalam di ruang sempit yang tak runtuh dan tak bisa nyenyak tidur. Beberapa kali gempa susulan dengan kekuatan lemah terjadi. 

Kekhawatiranku akan selamat atau tidak, tak kupedulikan. Kulihat ketegaran keluarga temanku yang menghadapi musibah itu dengan sabar. Di sana aku membantu memasak. Sebisaku. Daripada temanku, sudah lulus kuliah tapi urusan masak memasak masih jauh kemampuannya, meski secara akademik dia lebih cerdas daripada aku. 

Sebelum gempa aku tak tahu kalau orang di sekitar Imogiri jika membangun rumah tak membuat pondasi rumah terlebih dahulu. Kalaupun membuat pondasi juga tak terlalu dalam. Mungkin itulah yang menyebabkan luluh lantaknya rumah-rumah di sana ketika tanah digoyang dengan kekuatan 5,9 SR di pagi itu. 

Dengan berada di tengah-tengah derita dan kesabaran temanku dan keluarganya, aku menjadi lebih bersyukur. Masih punya keluarga, teman yang membuka hatiku bahwa cinta bukan hanya dari seorang laki-laki yang pernah dekat denganku. 

Di sana kutemukan cinta keluargaku, juga sahabatku. Itu lebih dahsyat, melebihi segalanya dan sedikit menyembuhkan luka hati karena kecewa yang tak berujung. 

Sahabatku, salam untuk keluargamu. Semoga di tiga belas tahun peristiwa gempa Jogja ini membuat kita selalu bersyukur atas nikmat usia yang semoga berkah. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun